Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah selesai melakukan penyelidikan terhadap penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, oleh aparat Badan Reserse Kriminal Polri. Hasilnya, ada bukti awal yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM.
Ketua tim penyelidikan Nur Cholis mengatakan, bukti pertama adalah adanya penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam penangkapan ini. Menurut dia, penangkapan Bambang tidak terlepas dari situasi konflik yang terjadi antara KPK dan Polri, yang sebenarnya telah menjadi konflik laten.
"Proses hukum terhadap BW (Bambang) mulai dilakukan setelah adanya tindakan hukum terhadap salah satu pimpinan Polri. Hal ini juga terjadi dalam kasus Bibit-Chandra, Susno Duadji, Djoko Susilo, sehingga seluruh rangkaian peristiwa ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu koinsiden," kata Nur Cholis saat membacakan hasil simpulan penyidikan dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (4/3) sore.
Bukti kedua, kata Nur, adalah terjadinya penggunaan kekuasaan yang eksesif yang sebenarnya tidak diperlukan. Contohnya adalah penggunaan senjata laras panjang serta pengerahan kekuatan pasukan yang berlebihan.
"Komnas HAM menduga penggunaan upaya paksa serta penanganan perkara telah melampaui langkah yang seharusnya dilakukan oleh kepolisian berdasarkan peraturan yang ada, serta keluar dari praktik yang selama ini dilakukan," ujar Nur.
Bukti lainnya ditemukan pula pada pelanggaran terhadap due process of law. Hal ini karena proses penangkapan tidak dilakukan sesuai Peraturan Kepala Polri Nomor 14 Tahun 2012, yakni tidak didahului surat panggilan. Penanganan proses hukum terhadap Bambang dilakukan dengan proses yang tidak jujur.
Terakhir, kepolisian dianggap menerapkan hukum secara tidak proporsional dalam penggunaaan Pasal 242 juncto 55 KUHP terhadap kerja-kerja advokat sehingga dapat mengancam profesi advokat.
Dalam penyelidikannya, Komnas HAM meminta keterangan dari berbagai pihak, yakni seluruh pimpinan KPK, Wakil Kepala Polri, Kepala Bareskrim Polri, tim independen yang dibentuk Presiden Joko Widodo, Ombudsman, hingga ahli hukum dan unsur masyarakat. (Ihsanuddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News