Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Yudho Winarto
Terkait dengan kepentingan Indonesia dalam konvensi ini tercantum dalam UU No 7 Tahun 2006 yakni:
-Untuk meningkatkan kerja sama internasional khususnya dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana korupsi yang ditempatkan di luar negeri
-Meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik
-Meningkatkan kerja sama internasional dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan proses pidana, dan kerja sama penegakan hukum
-Mendorong terjalinnya kerja sama teknik dan pertukaran informasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di bawah payung kerja sama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional, dan multilateral
-Harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan konvensi ini.
Namun Sesuai dengan ketentuan Konvensi, Indonesia juga menyatakan reservation (pensyaratan) terhadap Pasal 66 ayat (2) Konvensi yang mengatur upaya penyelesaian sengketa, seandainya terjadi, mengenai penafsiran dan pelaksanaan konvensi melalui Mahkamah Internasional.
Persyaratan ini berbunyi: “Pemerintah Republik Indonesia menyatakan tidak terikat ketentuan Pasal 66 ayat (2) Konvensi dan berpendirian bahwa apabila terjadi perselisihan akibat perbedaan penafsiran atau penerapan isi Konvensi, yang tidak terselesaikan melalui jalur sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah Internasional hanya berdasarkan kesepakatan para pihak yang berselisih”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News