Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak pada 28 Maret 2015 lalu ternyata berefek negatif pada inflasi bulan April. Jika biasanya, di bulan keempat tersebut, terjadi deflasi, kali ini malah terjadi inflasi sebesar 0,36%. Sedangkan inflasi tahunan, catatan Badan Pusat Statistik (BPS), meningkat dari 6,38% di bulan Maret menjadi 6,79% di April.
Kebijakan pemerintah yang menaikan harga jual premium RON 88 dan solar sebesar Rp 500 per liter nyatanya berimbas pada tiga sektor yaitu transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi April 2015 ini pun menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, inflasi tertinggi pada April sebelumnya terjadi di 2012 sebesar 0,21%. Sementara itu pada tahun-tahun lainnya cenderung deflasi untuk April. Bahkan tahun lalu, tercatat deflasi 0,02%.
Bensin menjadi komponen penyebab inflasi yang memberikan andil tertinggi yaitu 0,22% dengan kenaikan harga mencapai 5,68%. Akibatnya tarif angkutan dalam kota menanjak. "Kenaikan tarif terjadi di 18 kota dengan kenaikan harga mencapai 2,14%," ujarnya, Senin (4/5).
Selain transportasi, sektor komunikasi dan jasa keuangan mencatat inflasi 1,8% di mana komponen energi secara keseluruhan memberikan nilai inflasi 2,71%. Padahal, dari sisi kelompok barang bergejolak yang selama ini kerap mengalami kenaikan justru deflasi 0,91%.
Deflasi tersebut terjadi setelah harga beras turun karena stok berlimpah. Penurunan harga beras mencapai 4,82%. Sebelumnya, pada Maret 2015, harga beras naik, sehingga mencatatkan andil inflasi 0,09% dengan kenaikan harga mencapai 2,24%.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menilai, inflasi kali ini sejalan dengan perkiraannya. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, tekanan inflasi dari kelompok inti dan bahan makanan bergejolak (volatile food) sudah mulai terjaga. "Terjadi deflasi disektor itu karena sudah masuk masa panen," ujarnya.
Waspada Juni-Juli
Pada bulan-bulan berikutnya, BPS melihat ada peluang inflasi akan mengalami lonjakan. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, inflasi akan kembali terjadi pada bulan Mei ini namun angkanya bisa di bawah 0,5%.
Kenaikan tarif listrik pada Mei akan memberikan tekanan pada inflasi, namun efeknya relatif terkendali. Yang perlu diwaspadai adalah inflasi di bulan Juni dan Juli karena penyebab inflasi menumpuk pada dua bulan tersebut. "Ada puasa dan liburan. Tahun ajaran baru juga mungkin di Juli," terang Hadi.
Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina melihat, secara musiman, inflasi memang akan naik dalam beberapa bulan ke depan karena ada lebaran. Hal ini belum ditambah adanya potensi penyesuaian kembali tarif harga BBM karena nilai tukar masih melemah dan harga minyak agak sedikit naik.
Adanya kenaikan tarif listrik pada bulan Mei, puasa dan Lebaran serta tahun ajaran baru di Juni dan Juli memang akan mengerek inflasi. Akan tetapi Dian melihat outlook inflasi hingga akhir tahun masih rendah, yaitu berada pada rentang 3,9%-4%.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan inflasi hingga akhir tahun masih sesuai target BI yaitu 4% plus minus 1%. Inflasi selama April kemarin, tertolong oleh penurunan harga bahan makanan karena memasuki masa panen. David menilai, potensi kenaikan inflasi tahun ini berasal dari harga-harga yang diatur pemerintah seperti tarif listrik, BBM, dan elpiji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News