kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.440.000   -4.000   -0,28%
  • USD/IDR 15.350   -1,00   -0,01%
  • IDX 7.829   -2,64   -0,03%
  • KOMPAS100 1.196   2,88   0,24%
  • LQ45 970   3,33   0,34%
  • ISSI 228   0,02   0,01%
  • IDX30 495   1,66   0,34%
  • IDXHIDIV20 597   3,35   0,56%
  • IDX80 136   0,44   0,33%
  • IDXV30 140   0,56   0,40%
  • IDXQ30 166   1,10   0,67%

Kemenkeu Ungkap 4 Penyebab Belanja Pemda pada 2021 Rendah


Kamis, 20 Januari 2022 / 13:23 WIB
Kemenkeu Ungkap 4 Penyebab Belanja Pemda pada 2021 Rendah


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi belanja daerah hingga akhir tahun lalu hanya mencapai Rp 1.087,66 triliun atau 89% dari pagu Rp 1.224,73 triliun. 

Realisasi belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2021 turun 2,48% dibandingkan APBD 2020 yang mencapai Rp 1.115,28 triliun.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti mengungkapkan, terdapat empat alasan dan penyebab rendahnya penyerapan APBD. 

Pertama, kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang belum optimal, antara lain seperti keterlambatan dalam proses lelang serta lambannya penyelesaian administrasi.

Baca Juga: Kemenkeu: Dana Pemda Mengendap di Bank Capai Rp 113 Triliun, Jawa Timur Paling Besar

“Selain itu kurang siapnya personil pengelola keuangan dalam memenuhi target yang dicanangkan, serta pengelola keuangan pada OPD masih banyak melakukan kesalahan-kesalahan administrasi sehingga berkas perlu diperbaiki dan menghambat pelaporan penyerapan,” kata Prima dalam RDP dengan Komisi Xi DPR RI, Kamis (20/1).

Kedua, penagihan kontrak oleh penyedia barang dan jasa atas proyek fisik yang cenderung dilakukan di akhir masa pekerjaan, sehingga baru bisa direalisasikan dan dicatat pada akhir tahun.

Hal ini juga menyebabkan posisi kas cukup besar namun apabila didalami ternyata masih ada peruntukan pembayaran pemda kepada penyedia/pihak ketiga.

Baca Juga: Masih Banyak Dana Pemda yang Mengendap di Bank, Ini Respons Anggota DPR

Ketiga, kondisi politik daerah sebagai implikasi dari PILKADA, sehingga pemda cenderung hati-hati dalam melaksanakan pengeluaran karena menunggu arahan pejabat baru.

Selain itu juga adanya penyesuaian komposisi belanja dan kegiatan disesuaikan dengan janji politiknya. 

Baca Juga: Realisasi Belanja Kesehatan Sehatkan Belanja Negara

“Selain itu hubungan eksekutif dan legislatif yang kurang harmonis juga menyebabkan proses perubahan anggaran tersebut,” jelas Prima.

Keempat, adanya rigiditas perubahan anggaran yang memerlukan persetujuan legislatif (kegiatan besar). 

Hal ini menyebabkan ruang gerak dalam pengelolaan anggaran berbeda dengan belanja pusat, selama tidak mengubah alokasi anggaran dalam satu program, tidak perlu pembahasan dengan DPR, untuk APBD perubahan dan jenis belanja juga harus dengan DPRD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×