Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum genap sebulan pasca jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610. Kecelakaan pesawat yang terjadi di perairan Tanjung Karawang, Provinsi Jawa Barat, Senin (29/10) lalu.
Salah satu keluarga korban menggugat The Boeing Company selaku produsen pesawat Boeing 737 MAX 8. Langkah ini diambil oleh ayah penumpang atas nama Rio Nanda Pratama pengacara Colson Hicks Eidson, yang berkantor di Florida, Amerika Serikat.
Sementara itu di dalam negeri, kantor hukum Legisperitus Lawyers menyatakan, beberapa keluarga korban kecelakaan pesawat itu juga telah melakukan konsultasi. Ada kemungkinan akan juga mengajukan gugatan ke ranah hukum.
“Kenapa mereka ajukan gugatan sementara sudah ada ganti rugi dari pemerintah dan maskapai yang jumlahnya Rp 1,25 miliar plus Rp 50 juta, sementara ada indikasi kesalahan dari pihak produsen pesawat yaitu Boeing,” ujar Marini Sulaiman dari Legisperitus Lawyers, pada Rabu (21/11).
Namun, Marini masih merahasiakan siapa kliennya dan mengaku masih dalam rentang waktu yang panjang untuk mengajukan gugatan. Ia juga menerangkan juga menunggu hasil investigasi sebagai melengkapi bahan bukti. Usai itu baru tim kuasa hukum ini mengambil langkah hukum.
Jim Morris, Barrister and Head of the Aviation Team dari Ashfords LLP, partner dari Legisperitus Lawyers selaku pengacara yang akan mengurus hukum secara internasional. Ia menyatakan ada indikasi kesalahan dari produsen pesawat Boeing ini.
Menurutnya setiap pesawat itu jika terjadi kerusakan navigasi atau lainnya, harusnya bisa dikendalikan secara manual. Indikasi kesalahan Boeing bisa saja terjadi seperti hal tersebut.
Namun, Ia tidak mau berspekulasi. Sementara untuk perkara kasus-kasus seperti ini prosesnya akan memakan waktu yang lama.
“Kita memiliki dua tahun untuk membawa kasus, namun kami mengumpulkan semua informasi yang relevan dari insiden udara apa pun. Kami tahu bahwa Indonesia akan menyelidiki dan mempublikasikan laporan di masa depan,” ujar Jim
Pria yang punya pengalaman 12 tahun sebagai pilot pesawat militer ini mengatakan bahwa banyak kasus seperti ini tidak sampai ke pengadilan. Kebanyakan sudah ada kesepakatan damai sebelum perkara masuk meja hijau.
"Biasanya, dari yang sudah-sudah jarang sampai ke pengadilan karena sudah diambil langkah damai," terang Jim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News