Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jam Pidmil) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 3 orang tersangka dalam perkara koneksitas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2016.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, tindak pidana tersebut terkait pelaksanaan pengadaan berdasarkan Agreement for the Provision of User Terminals and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kementerian Pertahanan tanggal 1 Juli 2016.
Berikut Amandement No. 1 to the Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment tanggal 15 September 2016 pada Kementerian Pertahanan yang dilaksanakan oleh Navayo International AG.
Adapun tim penyidik koneksitas menetapkan tiga orang tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan tanggal 5 Mei 2025.
Baca Juga: Menkop Minta Kejagung Kawal Pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih
"Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ditetapkan berdasarkan Penetapan Tersangka Nomor: TAP-11/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025," ujar Harli dalam keterangan pers, Kamis (8/5).
Kemudian, tersangka ATVDH selaku Tenaga Ahli Satelit Kementerian Pertahanan dan tersangka GK selaku CEO Navayo International AG.
Harli menjelaskan, Kementerian Pertahanan melalui tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan (selaku Pejabat Pembuat Komitmen/PPK) telah menandatangani kontrak dengan Tersangka GK selaku CEO Navayo International AG (Perusahaan Hungaria) tanggal 1 Juli 2016.
Kontrak tersebut tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai US$ 34.194.300 dan berubah menjadi US$ 29.900.000.
Bahwa penandatanganan kontrak antara Navayo International dengan PPK yakni Tersangka LNR dilakukan tanpa ada tersedianya anggaran.
Kejagung menyebut, penunjukan adanya Navayo International AG sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa dimana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi aktif dari Tersangka ATVDH.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Perintangan Penyidikan Kasus Timah dan Impor Gula
Navayo International AG mengklaim telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kementerian Pertahanan RI dengan berdasar kepada 4 buah Certificate of Performance (CoP) yang telah ditandatangani Letkol Tek JKG dan Kolonel Chb MRI atas persetujuan Mayor Jendral TNI (Purn) BH dan tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR.
CoP yang telah disiapkan oleh tersangka ATVDH dan tersangka GK dilakukan tanpa pengecekan/pemeriksaan terhadap barang yang dikirim Navayo terlebih dahulu.
Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan 4 (empat) invoice (permintaan pembayaran dan CoP). Namun sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan Navayo International AG diperoleh hasil sebagai berikut:
- Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampling barang yang dikirim Navayo diperoleh hasil bahwa Handphone sebanyak 550 buah bukan merupakan handphone satelit dan tidak terdapat Secure Chip sebagaimana spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak.
- Terhadap master program yang dibuat Navayo yaitu sebanyak 12 buku Milstone 3 Submission setelah dinilai oleh ahli satelit dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah program user Terminal.
"Saksi yang telah diperiksa terdiri dari 52 orang saksi sipil dan 7 orang saksi militer serta 9 orang Ahli," terang Harli.
Adapun, Kementerian Pertahanan RI harus membayar sejumlah US$ 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani CoP.
Sementara menurut perhitungan BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak US$ 21.384.851,89.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Legal Wilmar Tersangka Suap, Ini Respon Wilmar
"Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah US$ 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura," jelas Harli.
Adapin, pasal yang disangkakan terhadap para Tersangka yakni diduga melanggar:
Primair
- Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP
Subsidair
- Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Lebih Subsidair
- Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Selanjutnya: Jadwal Semifinal Liga Europa Leg 2 Manchester United vs Athletic Bilbao
Menarik Dibaca: 5 Keuntungan Ikut Lomba Marathon Untuk Kesehatan Tubuh dan Mental
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News