Reporter: Indra Khairuman | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penerapan kebijakan cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) menghadapi tantangan di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Pemerintah pun dihadapkan pada pilihan sulit antara melanjutkan reformasi fiskal atau menjaga kestabilan konsumsi, dengan potensi penundaan atau penerapan secara bertahap untuk meminimalkan dampak negatif terhadap konsumsi masyarakat.
Baca Juga: Komisi XI DPR Pertanyakan Belum Rampungnya Penetapan Cukai pada Minuman Berpemanis
Kepala Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Muhammad Rizal Taufikurahman menilai, saat ini pemerintah berada dalam posisi dilematis.
"Di satu sisi ada kebutuhan untuk mendorong reformasi fiskal, namun di sisi lain daya beli masyarakat sedang melemah," ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Jumat (9/5).
Rizal mencatat bahwa konsumsi rumah tangga, kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional menunjukkan perlambatan, hanya tumbuh 4,91% year-on-year (YoY) pada kuartal I-2025.
Ini menandakan tekanan pada pengeluaran masyarakat yang perlu menjadi pertimbangan serius dalam mengambil keputusan soal kebijakan cukai MBDK.
Baca Juga: Cukai MBDK Diterapkan Semester II, Pengusaha Sebut Harga Produk Bisa Naik Hingga 30%
Ia mengingatkan bahwa penerapan cukai MBDK dapat memperberat beban konsumsi, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang konsumsi harian.
“Maka, ada kemungkinan besar kebijakan ini akan kembali ditunda atau dijalankan secara bertahap,” ungkap Rizal.
Namun demikian, ia juga menegaskan bahwa urgensi kebijakan cukai MBDK tetap tinggi, mengingat dua tujuan utamanya: mengendalikan konsumsi gula berlebih dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor cukai.
Agar implementasinya tidak kontraproduktif terhadap pemulihan ekonomi, Rizal menyarankan agar pemerintah meninjau ulang waktu pelaksanaan, desain tarif, dan mekanisme penerapan kebijakan ini.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bakal Tersendat Imbas Pungutan Cukai MBDK
“Jika konsumsi mulai pulih pada semester II-2025, atau ada dukungan tambahan dari program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), kebijakan cukai MBDK bisa dipertimbangkan kembali,” ujarnya.
Menurut Rizal, pendekatan bertahap yang berbasis data dan kondisi lapangan perlu menjadi pijakan utama agar kebijakan ini berjalan efektif tanpa mengorbankan daya beli masyarakat.
Selanjutnya: Pinjaman Online Ilegal Dominasi Aduan Konsumen kepada OJK per April 2025
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 11-12 Mei, Status Siaga Hujan Sangat Lebat Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News