kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kasasi kartel ayam ditolak, GPPU: Proses hukum KPPU lemah


Kamis, 06 September 2018 / 23:05 WIB
Kasasi kartel ayam ditolak, GPPU: Proses hukum KPPU lemah
ILUSTRASI. Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) ihwal dugaan kartel ayam. 12 perusahaan yang menandatangani perjanjian pengafkiran parent stock dinyatakan tak melakukan tindak monopoli.

"Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi; Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU)," kata Ketua Hakim Majelis Kasasi Hamdi, sebagaimana dimutip dari salinan putusan, Kamis (6/9).

Dalam pertimbangannya, Majelis Kasasi menilai bahwa perjanjian pengafkiran tak melanggar UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagaimana dalil yang dikemukakan KPPU.

"Pengafkiran dini tersebut merupakan Instruksi Pemerintah dalam hal ini Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI yang mengandung sanksi kepada Para Termohon Kasasi," lanjut Hakim Hamdi.

Menanggapi putusan, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Krissantono bilang, pertimbangan majelis kasasi tepat. Sebab, perjanjian memang instruksi pemerintah. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

Ia menjelaskan, perkara tersebut mulanya berawal dari tak seimbangnya ketersediaan dan permintaan ayam pedaging alias broiler. Makanya, Kemtan merilis Surat Edaran agar perusahaan peternakan ayam broiler memangkas ketersediaan.

"Esensinya, keseimbangan supply demand goyah, waktu itu dinyatakan oversupply makanya perlu ada pemotongan. Agar lebih efektif, indukan yang kemudian dipotong. Tapi ini tak menjadi pertimbangan Majelis KPPU waktu itu, karena instruksinya hanya berupa surat edaran Dirjen," kata Krissantono saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (6/9).

Makanya ia turut mengapresiasi putusan kasasi oleh Mahkamah Agung tersebut. Pun Kris memberikan catatan, bahwa sejatinya dalam kasus ini, proses hukum yang dilakukan KPPU lemah. Sebab, KPPU menggarap semua fungsi.

"Bukan kami tidak.mau dikontrol KPPU, silakan, tapi tolong KPPU kembali ke fungsi pengawasannya. Kalau soal ini kan kemarin mereka punya fungsi sebagai polisi, jaksa, dan hakim. Mereka yang menyelidiki, menyidik, dan juga mengadili. Ini bentuk tirani hukum," lanjutnya.

Mengingatkan, KPPU memutuskan 12 perusahaan bersalah pada 13 Oktober 2016 lalu. 12 perusahaan diputuskan melanggar pasal 11, UU 5/1999 lantaran telah melakukan penandatanganan perjanjian pengafkiran parent stock tadi.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×