Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mempercepat modernisasi layanan pembayaran pajak melalui pengembangan kanal pembayaran berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi Tax Administration Diagnostic Assessment Tool (TADAT) 2023 yang menyoroti perlunya peningkatan pada indikator pembayaran elektronik.
Sebagai tahap awal, Ditjen Pajak telah menyusun kajian pengembangan kanal QRIS pada sistem legacy.
Kajian ini menjadi fondasi rencana besar untuk menghadirkan kanal QRIS yang sepenuhnya terintegrasi dengan proses bisnis penyetoran pajak yang lebih modern dan seamless.
"Sebagai tindak lanjut hasil evaluasi TADAT 2023, Ditjen Pajak telah menyusun kajian pengembangan kanal pembayaran pajak berbasis QRIS pada sistem legacy sebagai langkah awal rencana pengembangan kanal QRIS untuk mendukung terciptanya proses bisnis penyetoran pajak yang terintegrasi dan seamless," dikutip dari Laporan Tahunan Ditjen Pajak 2024, Senin (1/12/2025).
Baca Juga: Ditjen Pajak Siapkan Fitur Pembayaran Pajak Lewat QRIS
Ditjen Pajak menargetkan bahwa implementasi kanal QRIS nantinya diharapkan dapat menjadikan pengalaman pembayaran pajak menjadi lebih praktis, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat digital saat ini.
"Sekaligus meningkatkan penilaian Ditjen Pajak pada indikator pembayaran elektronik," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai langkah modernisasi tersebut memang patut diapresiasi, namun implementasinya disebut tidak bisa dilepaskan dari kesiapan sistem inti perpajakan yang digunakan pemerintah saat ini alias Coretax.
Menurut Ariawan, pengembangan kanal QRIS harus dianalisis secara mendalam karena berkaitan erat dengan kondisi sistem Coretax yang kini masih berada dalam fase peningkatan.
Ia mengingatkan bahwa Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya telah menyampaikan di DPR bahwa sebagian modul Coretax masih terikat kontrak dengan vendor LG, sehingga DJP maupun Kementerian Keuangan belum dapat melakukan pengembangan mandiri secara optimal.
"Artinya belum ada kendali penuh oleh DJP untuk leluasa mengembangkan sistem Coretax secara mandiri," tegas Ariawan kepada Kontan.co.id, Senin (1/12/2025).
Ia menilai hubungan antara QRIS dan Coretax sangat krusial sehingga perlu dibereskan terlebih dahulu agar integrasi berjalan mulus.
Selain itu, sinkronisasi dengan Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN G2) disebut juga menjadi tantangan, mengingat seluruh sistem tersebut berada pada fase transisi dan peralihan.
Baca Juga: Lonjakan Pajak Pekerja Profesional Dongkrak Penerimaan PPh Orang Pribadi
"Jika sistem di balik QRIS belum sepenuhnya terintegrasi dengan Coretax, risiko gagal bayar juga sangat tinggi," katanya.
Terkait kepatuhan perpajakan, Ariawan melihat penggunaan QRIS berpotensi meningkatkan kepatuhan pembayaran karena prosesnya menjadi jauh lebih mudah.
Wajib pajak tidak perlu antre di bank dan dapat melakukan pembayaran kapan saja dari ponsel mereka.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa peningkatan kemudahan pembayaran tidak secara otomatis memperbaiki kepatuhan secara keseluruhan. Pasalnya, kepatuhan pembayaran dan kepatuhan pelaporan adalah dua hal berbeda.
"Bisa saja wajib pajak patuh dalam membayar, tetapi tidak patuh dalam melaporkan penghasilan secara benar," ujarnya.
Selanjutnya: BTN Buka Kembali Kantor di Medan dan Aceh Pasca Banjir
Menarik Dibaca: 9 Makanan yang Bagus untuk Menjaga Kesehatan Tulang agar Tetap Kuat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













