Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan mengambil kebijakan tidak populis di awal pemerintahannya yakni dengan mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tidak ada pilihan lainnya untuk pemerintahan mendatangan mengatasi masalah subsidi BBM ini.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memasang bujet energi Rp 363,5 triliun atau naik Rp 13,2 triliun dari tahun ini. Jumlah ini menyedot 18% dari total belanja pemerintah yang sebesar Rp 2.019,87 triliun. Subsidi BBM sendiri tahun depan mencapai Rp 291,1 triliun, naik Rp 44,62 triliun.
Jokowi menegaskan, anggaran subsidi BBM ini terlalu besar, sehingga akan menyulitkan pemerintahannya membangun infrastruktur. Makanya, dia berharap, di sisa waktu pemerintahannya, SBY mau menaikkan harga BBM bersubsidi sebagian. Sehingga, tahun depan harga premium dan solar tidak naik terlalu besar.
Sayang, Pemerintahan SBY menolak mengambil kebijakan itu di akhir masa tugasnya. Alhasil, Jokowi harus menanggung sendiri kenaikan harga BBM bersubsidi.
Lalu bagaimana reaksi dan sikap para investor terhadap kebijakan BBM yang mungkin diambil pemerintahan mendatang?. Pendiri dan CEO Quvat Capital Tom Lembong menuturkan pasar tidak akan keberatan atas kebijakan kenaikkan BBM subsidi.
"Market sudah akan puas kalau harga BBM di-naikkan secara bertahap sehingga mencapai harga ekonomis dalam 3-4 tahun. Kredibilitas Pak Jokowi dan Pak JK di mata investor sudah cukup kuat, sehingga mereka tidak perlu mengambil tindakan drastis untuk membuktikan diri soal kebijakan ekonomi," jelasnya kepada KONTAN, Senin (18/8).
Tom justru lebih menekankan sikap tegas dan jelas atas kebijakan harga BBM. Menurutnya, kenaikkan harga BBM sudah tidak bisa ditunda kembali. "Justru kalau sekarang tidak naik, itu menjadi sentimen negatif dan selamanya membebani APBN," jekasnya.
Dirinya tidak menampik jika dampak dari kebijakan kenaikkan BBM bakal berimbas pada pelaku industri. Tapi, kemungkinan besar dampak tersebut tidak akan berlarut-larut. "Seperti kelihatan dari pengalaman beberapa kali kenaikan harga BBM dalam beberapa tahun terakhir, industri maupun masyarakat akan bisa menyesuaikan diri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News