kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Indonesia dibayang-bayangi taper tantrum karena lonjakan imbal hasil obligasi AS?


Minggu, 07 Maret 2021 / 16:57 WIB
Indonesia dibayang-bayangi taper tantrum karena lonjakan imbal hasil obligasi AS?
ILUSTRASI. Karyawan melihat telepon selulernya dengan latar belakang gedung bertingkat di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (5/2/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi

Basri telah mengungkapkan berbagai langkah dan kebijakan yang membuat Indonesia tidak terlalu rapuh. Diantaranya dengan mempersempit defisit neraca berjalan dengan menaikkan suku bunga, memperketat kredit, dan memotong subsidi bahan bakar. 

Jika dibandingkan tahun 2013, Lord menyebut pasar negara berkembang saat ini jauh lebih rapuh dari sebelumnya. Inflasi lebih rendah (hanya 1,4% di Indonesia) dan nilai tukar sangat murah. Indonesia sekarang mencatatkan surplus, seperti India dan Afrika Selatan.

Namun, indikator kerapuhan masa lalu ini mungkin tidak sesuai untuk tahun 2021. Pandemi telah menekan permintaan dan membatasi impor, yang untuk sementara waktu mempersempit defisit neraca berjalan di seluruh dunia. 

Baca Juga: KPK keluarkan sprindik kasus dugaan suap pajak, Ditjen Pajak: Kami hormati

Tetapi perang melawan covid-19 juga secara dramatis memperlebar jenis defisit lain seperti kesenjangan antara pengeluaran pemerintah dan pendapatan. Defisit anggaran rata-rata lebih dari 10% dari PDB selama lima tahun terakhir yang rapuh, menurut IMF. 

"Keberlanjutan fiskal telah menjadi area makro utama yang menjadi perhatian beberapa pasar negara berkembang”, kata Lord.

Ahli strategi obligasi di HSBS, menerbitkan peringkat alternatif dari negara berkembang yang rentan pada 2 Maret. Dari peringkat itu, negara paling rentan adalah Brasil, Indonesia, Meksiko, dan Afrika Selatan. 

Negara-negara ini semuanya rentan terhadap defisit neraca berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan pandemi telah membuat angka-angka ekonomi terakhir tersungkur. Kemudian utang pemerintah yang cukup besar di Afrika Selatan dan terutama Brasil terkena lonjakan suku bunga, yang sekarang sangat rendah.

Selanjutnya: Strategi Ditjen Pajak mengejar para wajib pajak berbasis digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×