Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto stagnan di level 5,1% atau dari 2025-2029.
Pernyataan ini tertuang dalam Article IV Consultation_ tahun 2024 Edisi Agustus 2024, yang terbit, Rabu (7/8).
Meski begitu, IMF tidak menjelaskan secara gamblang terkait alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2029 mendatang. Akan tetapi IMF merekomendasikan sejumlah langkah-langkah jangka pendek yang dapat diatasi oleh pemerintahan mendatang yang akan dimulai pada akhir 2024.
Pertama, terkait kebijakan fiskal, IMF merekomendasikan pemerintahan baru untuk memprioritaskan belanja berkualitas tinggi yang mendukung pembangunan Indonesia dan memantau risiko fiskal. Meningkatkan cakupan dan kecukupan jaring pengaman sosial, meningkatkan penargetan subsidi.
Baca Juga: IMF Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024 Tetap Tangguh, Begini Respons BI
Mendorong penerimaan pajak juga sangat penting dilakukan mengingat kebutuhan belanja pemerintahan baru sangat besar untuk melanjutkan program, dan juga menjalankan janji kampanye seperti program makan siang gratis.
Kedua, inklusi dan perkembangan. IMF merekomendasikan agar pemerintahan baru meningkatkan jumlah dan kualitas belanja kesehatan dan perlindungan sosial, untuk mencapai pertumbuhan yang lebih luas.
Serta meningkatkan belanja pendidikan, meningkatkan waktu dan kualitas pembelajaran untuk mengurangi ketidaksesuaian keterampilan dan meningkatkan produktivitas dan kemampuan pengetahuan/kecanggihan ekonomi.
Ketiga, tata kelola. IMF merekomendasikan agar pemerintahan baru memperkuat kerangka tata kelola dan antikorupsi, memperbaiki sistem hukum untuk mendukung akuntabilitas dan kepastian usaha.
Keempat, kebijakan perdagangan dan penanaman modal asing (PMA). IMF merekomendasikan untuk menghindari peningkatan kebijakan perdagangan yang restriktif (termasuk dalam konteks masyarakat adat) dan beralih dari hambatan non tarif atau Non-tariff measures (NTM) yang mendistorsi keputusan perdagangan dan investasi serta berisiko menimbulkan dampak internasional.
Kelima, iklim usaha. IMF merekomendasikan agar pemerintahan baru mengurangi ketidakpastian peraturan, biaya birokrasi dan hambatan administratif.
Baca Juga: Kelas Menengah Makin Terpuruk, Ekonom Sarankan Pemerintah Pangkas Tarif PPN Jadi 9%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News