Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum lama diterbitkan, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2017 tentang penambahan penyertaan modal negara ke PT Inalum (Persero) sebagai dasar pembentukan Holding BUMN Pertambangan, akan digugat, ialah Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN yang akan menggugatnya ke Mahkamah Agung (MA).
Salah satu anggota Koalisi, yakni Pakar hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi mengatakan gugatan tersebut dilayangkan karena PP No. 47/2017 bertentangan dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Maka dari itu ia menilai pembentukan Holding BUMN Pertambangan menyalahi aturan dengan tidak melibatkan DPR. Selain itu, tanggalnya status Persero pada PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk. bisa menghilangkan kontrol negara secara langsung.
"BUMN Persero itu didirikan tidak hanya untuk mencari profit, tapi juga untuk public service obligation PSO atau kewajiban pelayanan publik kepada rakyat Indonesia. Akibat holdingisasi ini, PTBA, Antam, dan Timah tidak ada PSO lagi," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (31/12).
Selain itu, tambahnya, akibat hilangnya status Persero, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa langsung masuk ke PTBA, Antam, dan Timah. Anak usaha Inalum tersebut pun tidak akan bisa menikmati kebijakan-kebijakan khusus di sektor pertambangan yang hanya berlaku bagi BUMN.
"Secara konstitusional, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak di sektor pertambangan tidak dikuasai negara lagi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945," tuturnya.
Adapun gugatan tersebut akan segera diajukan. Redi mengungkapkan beberapa pihak yang ikut menggugat adalah pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, Direktur Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara, dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
"Gugatan akan disegerakan pada pekan pertama atau kedua Januari ini," tandasnya.
Salah satu anggota lainnya, Agus Pambagio membenarkan akan ada gugatan PP 47/2017 itu ke MA. Namun ia belum bisa bicara lebih luas lagi.
"Iya (akan ada gugatan) langkah kami ini sebagai dukungan kepada KAHMI," tandasnya kepada KONTAN.
Anggota Komisi VI DPR, dari Fraksi Partai Gerindra Bambang Haryo mengatakan bahwa pembentukan Holding BUMN akan membuat kinerja perusahaan khususnya anak holding menjadi buruk.
"Kami mempertanyakan, apa sebenarnya manfaat pemerintah membentuk holding BUMN? Karena BUMN yang ada saat ini sudah di holding bukannya membaik kinerjanya, tapi malah terpuruk," ungkapnya kepada KONTAN, Senin (1/1).
Sebagai contoh, kata Bambang, dalam holding perkebunan, sebelum PT Perkebunan Nusantara (PTPN) digabung dalam holding, mereka masih meraup untung Rp 350 miliar. Tapi setelah diholding, bukannya untung malah mengalami kerugian.
"2016 lalu Holding Perkebunan rugi Rp 2 trilun, padahal sebelum di holding untung Rp 250 miliar. Tak hanya rugi, utang holding perkebunan juga meningkat menjadi Rp 60,2 triliun pada 2016," ungkapnya.
Namun sayangnya setelah dikonfirmasi terkait dengan gugatan, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno tidak menjawab.
Tapi sebelumnya ia pernah mengatakan bahwa secara de jure, status Antam, PTBA, dan Timah setelah masuk ke holding BUMN pertambangan bukan lagi BUMN. Namun, secara de jure masih seperti BUMN dan dikuasai oleh negara.
"De jure bukan BUMN, tapi de facto masih. Yang namanya ada Persero di belakang itu kalau punya saham dwiwarna dan mayoritas langsung dimiliki negara. Sekarang kan gak langsung," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News