kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,33   -2,69   -0.30%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hingga pertengahan Maret, perkara PKPU sudah menumpuk


Minggu, 22 Maret 2020 / 16:37 WIB
Hingga pertengahan Maret, perkara PKPU sudah menumpuk


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang Januari 2020 hingga 22 Maret 2020, jumlah perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tercatat meningkat dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Mengutip data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dari 5 pengadilan niaga (PN) yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Semarang, PN Surabaya dan PN Makassar, tren kasus PKPU tercatat meningkat.

Jika pada Januari 2019 hingga 22 Maret 2019 terdapat 95 perkara PKPU. Sedangkan, pada Januari 2020 hingga 22 Maret 2020 terdapat 114 perkara PKPU.

Baca Juga: Punya utang Rp 2 miliar, permohonan PKPU terhadap Nipress (NIPS) dikabulkan

Sementara, pada Januari 2019 hingga 22 Maret 2019 terdapat 36 perkara kepailitan. Sedangkan, pada Januari 2020 hingga 22 Maret 2020 terdapat 26 perkara kepailitan.

Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba mengatakan, banyaknya pelaku usaha menempuh jalur PKPU, berarti kepercayaan pelaku usaha meningkat terhadap Pengadilan Niaga.

Menurut dia, Pengadilan Niaga lebih efektif dibandingkan dengan lembaga lain untuk menyelesaikan sengketa bisnis seperti Pengadilan umum maupun Arbitrase (dalam hal menuntut hak).

"Lambatnya proses penyelesaian perkara di pengadilan umum dan panjangnya proses pengadilan mulai dari tingkat PN (Pengadilan Negeri) sampai MA (Mahkamah Agung) membuat pencari keadilan memilih Pengadilan Niaga, karena untuk PKPU maksimal 20 hari sudah ada putusan pengadilan," kata James kepada Kontan.co.id, Minggu (22/3).

Selain itu, James menilai menurunnya perkara kepailitan karena ketika perusahaan-perusahaan menempuh upaya hukum seperti pailit maupun PKPU tentu setelah mendengar nasehat hukum dari lawyers nya.

Baca Juga: Tengok daftar investasi bodong yang dirilis OJK

James menilai, Lawyers Kreditur mungkin tidak begitu suka (prefer) jalur pailit. Sebab pada saat pailit diajukan maka debitur dan lawyers-nya bisa menangkis permohonan pailit tersebut dengan mengajukan PKPU oleh debitur dan sekaligus mengusulkan calon pengurus PKPU-nya.

Lebih lanjut, James berpendapat, jika kondisi perekonomian nasional membuat kondisi bisnis menjadi lesu, maka akan berakibat pada banyak debitur yang gagal bayar.

"Konsekuensinya bisa mengakibatkan banyak sengketa bisnis termasuk makin banyaknya perkara di Pengadilan Niaga," tutur James.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×