Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ada-ada saja tingkah saksi-saksi yang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghindari awak media. Kali ini tersangka kasus pengurusan hak guna usaha PT Hardaya Inti Plantation di Buol, Sulawesi Selatan, Toto Listyo.
Mantan Direktur Keuangan itu rencananya hari ini (28/8) akan dimintai keterangan sebagai saksi. Di tengah terik panas siang ini, ia menolak berkomentar dan memilih berlari mengelilingi kantor KPK.
Sekitar pukul 12.55 WIB, pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih itu terlihat keluar dari kantor KPK. Awalnya Toto hanya berjalan santai bahkan sempat menemui kerabatnya yang menunggu di luar.
Namun sikap tenang itu mendadak berubah tatkala melihat sejumlah awak media menghampiri. Anak buah pengusaha Hartati Murdaya itu langsung mengambil langkah seribu dan berlari menghindari wartawan.
Berbagai pertanyaan yang dilontarkan, tak ada satu pun yang dijawabnya. Seolah tak perduli terik matahari siang ini, ia tetap terus berlari hingga parkiran mobil disamping kantor KPK.
Ini merupakan pertama kalinya Toto menjalani pemeriksaan penyidik sejak ditetapkan sebagai tersangka sejak 28 Juni lalu.
Dalam kasus ini Toto diduga sebagai orang suruhan dari PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya yang pemberi suap kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait permohonan izin hak guna usaha perusahaannya.
Ia menjadi tersangka setelah KPK menyeret bosnya Hartati Murdaya dan dua rekannya General Manajer PT HIP Yani Anshori dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono menjadi pesakitan di balik jeruji besi.
Toto sendiri sudah dalam berstatus dicegah untuk bepergian ke luar negeri sejak setahun yang lalu. Pencegahan itu dilakukan tak lama berselang dari peristiwa tangkap tangan penyidik KPK terhadap General Manajer PT HIP Yani Anshori dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono.
Penangkapan itu kemudian berlanjut pada penetapan Bupati Buol Amran Batalipu dan bos PT HIP Hartati Murdaya sebagai tersangka.
Gondo dan Anshori diganjar hukuman 18 bulan penjara karena terbukti menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar untuk Bupati Amran Batalipu. Kemudian Hartati Murdaya dijatuhi hukuman 2 tahun 8 bulan karena terbukti memerintahkan memberi suap.
Sedangkan Bupati Buol Amran Batalipu divonis 7,5 tahun penjara dianggap terbukti menyalahgunakan kewenangan dalam memberikan hak guna usaha perkebunan PT HIP dan PT CCM serta menerima uang suap tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News