Reporter: Agus Triyono | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Hak negara memberikan kemudahan bagi petani memperoleh lahan pertanian dalam bentuk sewa, dihapus. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan uji materi UU nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang digelar pada Rabu (5/11) menyatakan bahwa frasa "Hak Sewa" sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 59 UU tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Ahmad Fadil Sumadi, Hakim Konstitusi menyatakan bahwa pemberian hak sewa bertentangan dengan prinsip pemberdayaan petani sebagaimana dianut dalam UU Pokok Agraria. Bukan hanya itu saja, pemberian hak sewa tanah kepada negara juga dinilai bertentangan dengan prinsip pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Maka dalam amar putusan, menyatakan, frasa "Hak sewa" dalam Pasal 59 UU No. 19 Tahun 2013 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Hamdan Zoelva, Ketua MK saat bacakan putusannya Rabu (5/11).
Catatan saja, sekelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang di antaranya terdiri dari Serikat Petani Indonesia (SPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menguji UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ke MK. Salah satu ketentuan yang mereka uji adalah ketentuan mengenai hak negara untuk menyewakan tanah ke petani.
Mereka memandang, ketentuan tersebut telah membatasi hak petani. Bukan hanya itu saja, mereka juga memandang bahwa pemberian hak tersebut telah mengembalikan sistem feodalisme pertanian. Karena, ketentuan tersebut mirip dengan pola yang diterapkan pada konsep penggarapan tanah jaman penjajahan.
Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani mengatakan bahwa dengan putusan MK ini, petani tidak perlu membayar sewa kepada negara, ataupun aparaturnya, jika mereka memanfaatkan lahan negara yang nganggur untuk bercocok tanam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News