Reporter: Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Dikky Setiawan, Risky Widia Puspitasari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penantian seluruh rakyat Indonesia berakhir Kamis (21/8). Setelah delapan jam menggelar sidang penentuan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sepakat menolak gugatan tim calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Mengadili, menolak eksepsi dan permohonan pihak pemohon untuk seluruhnya," tegas Hamdan Zoelfa, Ketua MK, Kamis malam (21/8).
Dengan putusan tersebut, Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menjadi presiden ketujuh menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono yang akan mengakhiri masa jabatannya pada 20 Oktober 2014.
Namun, tidak ada masa berleha-leha bagi Jokowi-JK. Setumpuk tugas telah menanti Jokowi-Jusuf Kalla. Sejumlah program prioritas pemerintahan akan segera dijalankan. Pertama, menjalankan program yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat melalui revisi RAPBN 2015. "Program kesejahteraan rakyat akan diutamakan," kata Akbar Faisal, Deputi Tim Transisi.
Dalam revisi ini, Jokowi-JK akan mencari solusi keterbatasan ruang fiskal. Salah satu caranya mengurangi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) di RAPBN 2015 yang mencapai Rp 291,1 triliun. "Jebakan fiskal ini luar biasa," imbuh Akbar.
Program kedua ialah membangun pemerintahan baru yang profesional dengan memilih menteri yang bisa bekerja. Menurut Jokowi, saat ini timnya masih menjaring kandidat. Mereka akan ditelusuri rekam jejak, kemampuan, dan kepemimpinannya. "Paling penting adalah bagaimana kabinet itu bisa selesaikan masalah," kata Jokowi.
Agenda lain yang harus menjadi perhatian Jokowi ialah memperbaiki defisit transaksi berjalan dengan cara mengurangi arus impor agar rupiah menguat. Itu sebabnya, pengamat ekonomi UI, Aris Yunanto menilai, calon menteri yang dipilih Jokowi harus kompeten di bidangnya. "Jangan sampai Jokowi salah pilih hanya karena akomodasi partai politik," kata Aris.
Calon Menteri Keuangan harus dipilih yang menguasai stabilitas makro ekonomi, anggaran negara dan fiskal. Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Kepala BKPM harus memiliki jaringan dengan pemerintah dan pengusaha luar negeri. "Lobinya harus kuat," kata Aris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News