Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai kebijakan tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) sebesar 19% yang bersamaan dengan pembebasan tarif impor barang AS ke Indonesia memberikan dampak ganda terhadap sektor manufaktur nasional.
Menurut Josua, di satu sisi Trade War 2.0 antara AS dan negara lain berpotensi menekan permintaan global dan memukul pesanan ekspor Indonesia ke AS, seperti komoditas kimia serta karet dan plastik cenderung tertekan. Namun, di sisi lain, terdapat peluang trade diversion terbatas pada beberapa sektor, seperti tekstil, pakaian, kulit, serta komputer dan elektronik.
Sayangnya, dorongan positif ini relatif kecil karena sebagian besar bahan baku dan input produksi di sektor tersebut masih impor, sehingga nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan terbatas.
Baca Juga: Kontradiksi Data Pertumbuhan Industri BPS dan PMI Manufaktur, Mana yang Lebih Akurat?
"Artinya untuk Indonesia, dorongan ke PMI terutama yang sensitif pada pesanan domestik dan ketenagakerjaan, tidak besar karena banyak konten inputnya tetap impor sehingga nilai tambah dan penyerapan tenaga kerjanya tipis," jelas Josua kepada Kontan, Jumat (8/8)
Lebih lanjut, Josua menyoroti bahwa pembebasan tarif impor barang AS ke Indonesia hingga 0% justru meningkatkan daya saing produk jadi AS di pasar lokal. Jika kebijakan perlindungan seperti safeguard dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) tidak dijalankan dengan ketat, hal ini berpotensi menekan pesanan baru bagi produsen lokal.
"Sehingga PMI berisiko bertahan dekat/di bawah 50 dalam waktu dekat, meski ada kantong-kantong sektor yang masih ekspansif," ungkap Josua.
Di sisi lain, fenomena front loading, di mana eksportir mempercepat pengiriman sebelum tarif 19% berlaku, juga menyebabkan lonjakan sementara permintaan. Namun, setelahnya, pesanan baru dan produksi diperkirakan mengalami jeda, apalagi daya beli domestik juga belum pulih secara penuh.
Dalam jangka pendek, Josua menilai dengan kombinasi faktor seperti jedanya pesanan ekspor, meningkatnya persaingan impor dari AS, serta potensi limpahan barang China ke pasar domestik, dan ketergantungan tinggi terhadap impor bahan baku, membuat risiko PMI melambat atau tetap di zona kontraksi cukup besar.
Meski demikian, Josua optimistis setelah 3 sampai 6 bulan ke depan PMI Manufaktur akan mulai stabil atau mendekati zona ekspansi jika, terjadi substitusi permintaan di komoditas elektronik/pakaian/kulit menguat, serta kepastian kebijakan domestik dalam menjaga pasar seperti penegakan SNI/anti-dumping terarah, sambil mendorong permintaan rumah tangga.
Selain itu, jika pembebasan tarif impor barang modal AS dapat menekan biaya produksi dan mempercepat investasi mesin serta teknologi manufaktur, sehingga mendorong efisiensi dan output, maka ada harapan untuk industri manufaktur. Meski demikian, efek positif ini baru akan terlihat setelah proses investasi, instalasi, dan peningkatan kapasitas produksi berjalan.
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Masih di Zona Kontraksi, Bisnis Tekstil Masih Lesu
Data terkini juga menunjukkan perbaikan ekspor Indonesia ke AS yang bersifat selektif, misalnya pada mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya yang tumbuh kuat secara year to date, dan ekspor pakaian rajutan membaik, namun sementara pakaian bukan rajutan tertekan.
Namun menurut Josua belum ada indikasi trade diversion besar (perubahan arus perdagangan) yang dapat langsung mengerek PMI tanpa adanya dorongan permintaan domestik.
"Dalam jangka pendek, risiko PMI tetap di zona kontraksi ringan lebih besar ketimbang langsung berbalik ekspansif, karena jeda pasca front loading, banjir impor (AS & China), dan efek nilai tambah yang tipis pada sektor berpeluang," ungkap Josua.
Stabilisasi PMI baru akan lebih mungkin terjadi, jika dampak investasi barang modal mulai terasa dan trade diversion benar-benar menetap di beberapa klaster industri seperti elektronik, konsumen, kulit, hingga apparel/footwer, dengan catatan kebijakan pemerintah menjaga level persaingan dan menggenjot permintaan rumah tangga.
Selanjutnya: Masuknya Saham Domestik ke MSCI Picu Arus Beli Asing, Cek Rekomendasi Analis
Menarik Dibaca: VIDA Ingatkan Risiko Simpan Dokumen di Galeri HP, Ini Tips Aman Simpan Dokumen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News