Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyoroti ketidaksesuaian antara sejumlah indikator industri pengolahan nasional yang dinilai dapat menimbulkan keraguan terhadap keakuratan data pertumbuhan ekonomi sektor tersebut.
Menurut Andry, terdapat perbedaan signifikan antara data Purchasing Managers' Index (PMI) yang mencerminkan kontraksi aktivitas industri, dan data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan non migas versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang justru menunjukkan pertumbuhan positif.
“Kalau kita melihat dari data PMI Manufaktur, itu menunjukkan kontraksi, terutama di kuartal kedua. Tapi BPS justru mencatat pertumbuhan industri pengolahan sampai 5,6%. Ini tidak saling berkaitan,” ujar Andry dalam diskusi Indef, Rabu (6/8/2025).
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Capai 5,12% Saat Kredit dan Ekspansi Usaha Lesu
Andry mempertanyakan mekanisme pengambilan data BPS yang dianggap belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil industri di lapangan. Ia menekankan pentingnya transparansi metodologi statistik agar data yang disampaikan kepada publik benar-benar dapat merepresentasikan situasi ekonomi yang aktual.
Lebih lanjut, Andry menjelaskan jika dibandingkan dengan tahun 2024 industri pengolahan tiap kuartalnya konsisten mengalami kontraksi, namun sebaliknya justru di tahun 2025 sektor industri pengolahan pada beberapa subsektor mencatatkan pertumbuhan tinggi di 2025, seperti mesin dan perlengkapan, serta logam dasar. Namun, ia juga menyebut bahwa pertumbuhan subsektor mesin dan perlengkapan ini perlu ditinjau ulang secara kritis, mengingat Indonesia bukanlah negara produsen utama mesin.
“Di tahun 2025, sektor perlengkapan dan mesin tumbuh mencapai 18,75%, padahal di tahun lalu sempat minus. Ini anomali, karena kita tahu Indonesia bukan negara produsen mesin. Justru kita banyak mengimpor dari luar, terutama dari China dan negara-negara lainnya,” jelasnya.
Ia juga menyinggung data impor mesin dan peralatan mekanik yang meningkat pada awal tahun 2025, masing-masing tumbuh sebesar 6,3% dan 8,7% selama Januari hingga Mei. Hal ini, menurut Andry, dapat menjelaskan sebagian peningkatan di sektor pengolahan, namun tidak mencerminkan kekuatan produksi domestik.
Baca Juga: Anomali Data Pertumbuhan Ekonomi RI
Selain itu, Andry menyoroti subsektor barang galian bukan logam yang tumbuh sekitar 10%, dipicu oleh peningkatan penjualan semen pada tahun 2025. Namun ia menekankan bahwa lonjakan ini tidak sekuat tren penjualan semen di tahun 2024.
“Kita melihat memang penjualan semen meningkat di tahun 2025, tapi tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada 2024. Maka dari itu, perlu dipertanyakan lagi. Nyatanya pertumbuhan 10% itu tidak mencerminkan kondisi industri yang sebenarnya,” tambahnya.
Andry menyimpulkan bahwa ketidaksesuaian antar data indikator ini menjadi alasan kuat agar BPS melakukan klarifikasi metodologis, sekaligus meningkatkan koordinasi antar lembaga statistik dan ekonomi untuk menghadirkan data yang lebih konsisten, akurat, dan reflektif terhadap realita ekonomi di lapangan.
Selanjutnya: Amerika Serikat Akan Kenai Tarif Tinggi bagi Pembeli Minyak Rusia
Menarik Dibaca: Hingga Juli, Railink Catat 4 Juta Penumpang Naik KA Bandara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News