Reporter: Indra Khairuman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) saat ini membawa dampak yang positif bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaara (APBN). Pasalnya, pelemahan dolar AS akan membuka ruang fiskal yang lebih lega dan potensi pengurangan beban biaya subsidi energi serta utang luar negeri.
Muhammad Rizal Taufikurahman, Kepala Ekonom Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menekankan bahwa pelemahan dolar AS yang terjadi saat ini sangat terkait dengan harapan pasar tentang kebijakan moneter The Fed yang mulai normal kembali karena adanya penurunan tekanan inflasi serta data ekonomi AS yang lebih moderat.
“Namun, pelemahan ini belum tentu berkelanjutan karena tetap sangat bergantung pada sinyal kebijakan moneter ke depan dan dinamika geopolitik global,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Selasa (27/5).
Baca Juga: APBN 2025 Tak Diubah, Namun Risiko Pelebaran Defisit Meningkat
Risiko dari volatilitas masih tinggi sehingga rupiah perlu dijaga untuk menghindari dampak negatif dari perubahan arus modal asing jika kebijakan The Fed kembali berubah.
Dari segi APBN, Rizal menjelaskan bahwa pelemahan dolar AS membuat ruang fiskal sedikit lebih lega, khususnya karena subsidi energi serta kewajiban utang luar negeri yang mayoritas dalam dolar menjadi lebih ringan.
“Kurs yang lebih kuat dari asumsi APBN akan menghemat anggaran belanja valas dan menahan pelebaran defisit fiskal,” kata Rizal.
Akan tetapi, ruang fiskal ini bersifat sementara dan tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan ekspansi fiskal tanpa kewaspadaan, mengingat ketidakpastian global yang masih mengkhawatirkan.
Rizal menjelaskan juga bahwa penurunan tekanan paling signifikan terasa dari sisi pembayaran utan luar negeri dan subsidi energi yang sangat bergantung pada nilai tukar serta harga minyak global.
Baca Juga: Sri Mulyani: Efisiensi Anggaran Berlanjut ke APBN 2026
“Dengan nilai tukar yang relatif stabil, pemerintah memiliki ruang untuk efisiensi belanja valas, khususnya dalam pembayaran pokok dan bunga utang serta subsidi BBM dan listrik yang sangat dipengaruhi kurs dan harga minyak global,” jelas Rizal.
Rupiah yang stabil juga bisa menekan inflasi impor yang akhirnya meringankan beban fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat lewat berbagai program sosial.
Rizal mencatat bahwa tren nilai tukar rupiah hingga akhir Mei 2025 menunjukkan rata-rata sekitar Rp 15.500 per dolar AS, ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi APBN 2025 yang ditetapkan yaitu Rp 15.300.
“Dengan adanya penguatan dalam dua pekan terakhir ke level Rp 15.400-an, terdapat indikasi bahwa asumsi kurs tersebut masih relatif kredibel,” tambah Rizal.
Meski demikian, proyeksi untuk nilai rupiah ke depannya masih harus waspada, karena sangat sensitif pada kebijakan moneter global, ketegangan geopolitik, serta ekspektasi investor terhadap dinamika politik dalam negeri.
Selanjutnya: AUM Tumbuh 87,5% di Q1 2025, BRI-MI Perkuat Posisi sebagai Pengelola KPD Tepercaya
Menarik Dibaca: Resep Bubur Garut Lembut untuk Asam Lambung, Penyelamat saat Perih Melanda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News