kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   72.000   2,98%
  • USD/IDR 16.600   5,00   0,03%
  • IDX 8.189   99,62   1,23%
  • KOMPAS100 1.136   17,02   1,52%
  • LQ45 813   16,70   2,10%
  • ISSI 287   2,11   0,74%
  • IDX30 425   9,37   2,26%
  • IDXHIDIV20 481   11,33   2,41%
  • IDX80 126   1,98   1,60%
  • IDXV30 134   0,55   0,41%
  • IDXQ30 135   3,20   2,44%

Target Pajak Kian Tinggi, Pengawasan Wajib Pajak Konglomerat Harus Lebih Ketat


Kamis, 21 Agustus 2025 / 19:42 WIB
Target Pajak Kian Tinggi, Pengawasan Wajib Pajak Konglomerat Harus Lebih Ketat
ILUSTRASI. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) dalamRAPBN 2026 mencapai Rp 1.209,3 triliun.. (KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mencapai Rp 1.209,3 triliun.

Merujuk Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026 yang dikutip Kamis (21/8/2025), target ini meningkat 15% jika dibandingkan dengan outlook 2025 sebesar Rp 1.051,7 triliun.

Adapun target PPh di 2026 ini terdiri dari PPh Nonmigas sebesar Rp 1.154,12 triliun dan PPh migas sebesar Rp 55,2 triliun.

Untuk mengejar target tersebut, salah satunya pemerintah akan meningkatkan efektivitas pengawasan dengan fokus kepada Wajib Pajak Grup atau konglomerasi dan High Wealth Individual (HWI) atau orang super kaya.

Baca Juga: Diskon Pajak Rumah Berlanjut pada 2026, Sri Mulyani:Keberpihakan untuk Kelas Menengah

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute TRI Prianto Budi Saptono menilai, peningkatan target penerimaan pajak perlu diimbangi dengan optimalisasi pengawasan kepatuhan wajib pajak, termasuk terhadap kelompok High Wealth Individual (HWI).

“Karena target penerimaan pajak semakin meningkat, optimalisasi pengawasan kepatuhan perlu ditingkatkan lagi. Pengawasan kepatuhan tersebut dapat mencakup aspek formal dan aspek material,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Kamis (21/8).

Ia menjelaskan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama ini menggunakan pendekatan compliance risk management (CRM) dalam mengawasi wajib pajak.

Implementasinya diwujudkan melalui pembentukan empat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, KPP di Kanwil Khusus DJP, serta KPP Madya di setiap Kanwil DJP di seluruh Indonesia.

"HWI pada saat ini terdaftar di KPP WP Besar Empat,” tambahnya.

Baca Juga: Banggar DPR Ingatkan Pemerintah Agar Tidak Kerek Tarif Pajak di 2026

Menurut Prianto, salah satu strategi pengawasan adalah dengan mengonsolidasikan wajib pajak yang memiliki kelompok usaha ke dalam satu KPP.

Dengan begitu, pengawasan dapat dilakukan secara lebih komprehensif dan efektif.

Sebelum implementasi sistem Coretax, Prianto mengungkapkan bahwa DJP juga telah memanfaatkan aplikasi SmartWeb yang berbasis graph analytics.

Aplikasi ini mampu memetakan hubungan wajib pajak dalam bentuk jaringan, mengidentifikasi orang pribadi kaya beserta perusahaan-perusahaan dalam grupnya, menelusuri beneficial owner dan ultimate beneficial owner, sekaligus memberikan indikasi potensi risiko ketidakpatuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×