Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mencapai Rp 1.209,3 triliun.
Merujuk Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026 yang dikutip Kamis (21/8/2025), target ini meningkat 15% jika dibandingkan dengan outlook 2025 sebesar Rp 1.051,7 triliun.
Adapun target PPh di 2026 ini terdiri dari PPh Nonmigas sebesar Rp 1.154,12 triliun dan PPh migas sebesar Rp 55,2 triliun.
Untuk mengejar target tersebut, salah satunya pemerintah akan meningkatkan efektivitas pengawasan dengan fokus kepada Wajib Pajak Grup atau konglomerasi dan High Wealth Individual (HWI) atau orang super kaya.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai langkah pemerintah yang mulai mengarahkan pengawasan pajak pada korpoasi grup (konglomerasi) dan kelompok super kaya merupakan kebijakan yang patut diapresiasi.
Baca Juga: Target Pajak Penghasilan Meningkat di 2026, Pemerintah Perkuat Pengawasan Orang Kaya
Menurutnya, fokus tersebut lebih adil dibandingkan membebani kelompok menengah dan bawah.
Fajry menjelaskan, sedari tahun ini, pengawasan wajib pajak (WP) grup sudah mulai dilakukan. Hal ini terlihat dari diintensifkannya pemeriksaan transfer pricing documentation (TP-Doc).
"Namun, ini berdasarkan observasi pribadi tidak berdasarkan data," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (21/8/2025).
Ia juga menyoroti rencana pemerintah sejak 2024 untuk menggabungkan WP grup ke dalam satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Jika benar terealisasi, menurutnya kebijakan itu akan memudahkan fiskus dalam melakukan pengawasan.
Namun, Fajry mempertanyakan apakah target penerimaan PPh dalam RAPBN 2026 realistis untuk dicapai.
Dari outlook pemerintah 2025 terhadap target RAPBN 2026 maka diperlukan tambahan penerimaan sebesar Rp 157,7 triliun.
Jika dua pertiga kontribusinya berasal dari PPh Badan, peluang tercapai bisa saja terbuka dengan catatan kondisi ekonomi menyerupai tahun 2022.
Baca Juga: Kemenkeu Buka Peluang Terapkan Pajak Kekayaan untuk Para Orang Super Kaya Indonesia
"Ketika itu, ekonomi kita bisa tumbuh 5,31% dan ada kenaikan booming komoditas, yang mana membuka ruang bagi fiskus untuk melakukan dinamisasi untuk meningkatkan angsuran PPh 25," katanya.
Di sisi lain, untuk PPh 21 dari kelompok high net worth individual (HNWI), Fajry menekankan pentingnya kualitas data.
Ia mencontohkan banyak HNWI yang mendapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) hasil pertukaran data antar yurisdiksi.
Namun, dampaknya masih terbatas karena PPh 21 hanya naik Rp 20 triliun hingga Rp 30 triliun.
Oleh karena itu, Fajry menekankan bahwa pencapaian target akan bergantung pada asumsi makro yang dipakai pemerintah.
Jika pertumbuhan ekonomi 2026 hanya 5% atau lebih rendah, maka untuk mencapai target tersebut akan sangat berat meski ada extra effort melalui pengawasan WP grup dan HWI.
Baca Juga: OECD: Selama Dua Dekade, Kontribusi Pajak Penghasilan Indonesia Cenderung Menurun
Selanjutnya: Link Live Streaming Indonesia vs Italia di FIVB Men’s U21 World Championship 2025
Menarik Dibaca: Ramai Pembicaraan tentang Tes DNA, Yuk Ketahui Prosedur Tes DNA Berikut Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News