kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.926.000   -27.000   -1,38%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Ekonom Menilai Masih Ada Indikasi Kuat Konsumen Menahan Konsumsinya pada 2025


Jumat, 09 Mei 2025 / 20:50 WIB
Ekonom Menilai Masih Ada Indikasi Kuat Konsumen Menahan Konsumsinya pada 2025
ILUSTRASI. Konsumen berbelanja di pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (6/5/2025). Untuk menggenjot konsumsi masyarakat, pemerintah akan melanjutkan program diskon BINA atau Belanja di Indonesia Aja dalam hari-hari besar nasional dan daerah selama 2025. Program BINA akan berlanjut dalam rangka memperingati HUT Jakarta melalui Jakarta Festival, Bazar UMKM serentak di 44 kecamatan di Jakarta, dan Pekan Raya Jakarta. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meksi optimisme meningkat tipis, sejumlah ekonom memperkirakan ada indikasi kuat bahwa konsumen masih akan menahan konsumsinya pada tahun 2025. Hal tersebut tercermin dari Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) April 2025.

Meskipun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat tipis ke 121,7, sinyal perlambatan konsumsi mulai muncul. Penurunan proporsi pendapatan untuk konsumsi dari 75,3% pada Maret menjadi 74,8% April, dan penurunan proporsi cicilan dari 10,8% ke 10,5%, mengindikasikan masyarakat cenderung menahan belanja dan pembayaran kredit, sementara proporsi tabungan naik signifikan menjadi 14,8%.

Merespon data tersebut, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyampaikan kecenderungan ini menunjukkan pola kehati-hatian, yang dapat menahan laju konsumsi. Menurutnya masyarakat tampaknya mulai mengantisipasi risiko ke depan, terutama terkait ketidakpastian global dan domestik, termasuk perlambatan lapangan kerja dan kegiatan usaha. 

"Sehingga, konsumsi rumah tangga berpotensi tertahan secara moderat, khususnya pada kelompok berpendapatan menengah ke bawah yang sensitif terhadap tekanan daya beli," ungkap Josua kepada Kontan, Jumat (9/5).

Baca Juga: Meski Ada Momentum Idulfitri, Konsumsi Rumah Tangga Tumbuh Melambat Kuartal I 2025

Selain itu jika melihat secara umum indeks ekspektasi konsumen (IEK) untuk enam bulan ke depan yang masih berada dalam zona optimis di level 129,8, tetapi menurun dari bulan sebelumnya 131,7. Penurunan ini utamanya dipicu oleh turunnya ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan ekspektasi kegiatan usaha, meskipun ekspektasi penghasilan masih naik tipis. 

Dengan demikian menurut Josua daya beli relatif masih terjaga, tetapi realisasi konsumsi berisiko melemah, utamanya jika sentimen negatif terhadap dunia kerja dan bisnis memburuk. 

Sepakat, Kepala Makroekonomi dan Keuangan INDEF Muhammad Rizal Taufikurahman menilai, meskipun terjadi peningkatan kecil pada IKK April 2025, hal ini belum mencerminkan pemulihan nyata dalam aktivitas konsumsi. Hal ini sekaligus mencerminkan perubahan perilaku kehati-hatian masyarakat dalam menghadapi kondisi ekonomi yang belum stabil. 

"Ini mengindikasikan melemahnya kecenderungan untuk membelanjakan pendapatan, terutama saat ekspektasi ke depan masih diliputi ketidakpastian. Dengan kecenderungan ini, proyeksi konsumsi rumah tangga untuk kuartal II tampaknya akan lebih lemah dari idealnya," ungkap Rizal kepada Kontan, Jumat (9/5).

Lebih lanjut, Rizal menyebut konsumsi masyarakat tertahan oleh tekanan struktural yang berasal dari inflasi biaya hidup, suku bunga tinggi, dan pelemahan nilai tukar yang mengerek harga barang. 

Baca Juga: Kredit Konsumsi Maret 2025 Melambat, Daya Beli dan Likuiditas Jadi Sorotan

Sektor ketenagakerjaan, khususnya di industri padat karya, juga mengalami stagnasi atau kontraksi, menambah kekhawatiran akan potensi kehilangan pekerjaan. Dalam situasi ini, rumah tangga cenderung menahan belanja sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian. 

"Untuk mendorong kembali konsumsi, diperlukan kebijakan yang simultan antara pelonggaran moneter dan dukungan fiskal yang konkret," ungkap Rizal.

Penurunan suku bunga secara bertahap harus dibarengi dengan percepatan belanja sosial yang menyentuh langsung kelompok rentan. Selain itu, insentif fiskal bagi UMKM dan sektor ritel akan menciptakan multiplier effect yang positif. 

Lebih jauh Rizal menyebut transformasi kebijakan ekonomi perlu diarahkan pada peningkatan pendapatan berkelanjutan, bukan sekadar mendorong konsumsi jangka pendek.

Fithra Faisal Hastiadi, Senior Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia menyampaikan, sinyal-sinyal yang beragam dari hasil survey konsumen BI ini menunjukkan bahwa meskipun konsumen menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini, kepercayaan diri ke depan masih rapuh, sehingga kemungkinan besar hal ini mencerminkan risiko geopolitik yang masih ada, minat investasi yang lemah, dan dorongan fiskal pemerintah yang masih lemah selama fase awal pemerintahan Prabowo.

Di sisi lain, Fithra menilai adanya kenaikan pada persepsi pendapatan April 2025 kemungkinan didorong oleh bonus musiman dan likuiditas rumah tangga yang lebih tinggi setelah perayaan Idul Fitri, namun menurutnya penurunan pada indeks prospek ekonomi menunjukkan bahwa konsumen semakin waspada terhadap apa yang akan terjadi di masa depan. 

Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Tak Merata, Konsumsi Kelompok Menengah Terus Menyusut

Hal ini menurutnya juga sejalan dengan pengamatan pasar yang lebih luas dimana pengeluaran rumah tangga selama Lebaran lebih rendah dari yang diharapkan, dan kinerja ritel belum sepenuhnya pulih, sehingga memperkuat kekhawatiran bahwa pemulihan konsumsi swasta masih dangkal dan tidak konsisten.

"Kami memperkirakan sentimen konsumen akan tetap relatif datar atau sedikit positif dalam beberapa bulan mendatang, didukung oleh perbaikan musiman dalam pendapatan rumah tangga dan potensi suntikan fiskal,"  ungkapnya.

Meski begitu menurut Fithra, risiko penurunan tetap tinggi karena penundaan eksekusi anggaran akibat transisi politik yang sedang berlangsung, melemahnya penciptaan lapangan kerja di sektor formal, dan tekanan depresiasi Rupiah. 

Alhasil, meskipun indek keyakinan konsumen rebound di bulan April yang menawarkan bantuan jangka pendek, namun menurutnya tetap diperlukan sinyal kebijakan yang lebih kuat dan konsisten terutama dalam hal ketenagakerjaan, pengendalian inflasi, dan belanja sosial untuk meningkatkan sentimen secara signifikan dan berkelanjutan. 

Baca Juga: Tren Perlambatan Kredit Konsumsi Berlanjut Maret 2025, Begini Kondisi Sejumlah Bank

Selanjutnya: Piutang Pembiayaan Multifinance Tumbuh Melambat, Ini Kata Pengamat

Menarik Dibaca: Transisi Menuju Musim Kemarau, Hujan Meningkat di Selatan Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×