Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi pascapandemi ternyata tidak seindah yang dibayangkan.
Laporan terbaru dari LPEM FEB UI bertajuk: Indonesia Economic Outlook Kuartal II-2025 mengungkapkan kenyataan pahit bahwa kelas menengah Indonesia justru menjadi korban paling nyata dalam ketimpangan yang makin melebar.
Dalam laporan tersebut, LPEM FEB UI menyoroti perubahan mencolok dalam distribusi konsumsi rumah tangga dari tahun 2000 hingga 2023. Selama hampir dua dekade sebelum pandemi, kelompok 20% terkaya mencatat peningkatan pangsa konsumsi sebesar 3,26 poin persentase.
Sebaliknya, kelompok 60% menengah yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional justru kehilangan 1,66 poin persentase, bahkan lebih parah dibanding kelompok termiskin yang kehilangan 1,60 poin.
Baca Juga: Restitusi Pajak Melonjak Hingga Maret 2025, Tembus Rp 144,38 Triliun
Saat pandemi melanda, semua kelompok terkena dampak. Namun, kelompok 60% menengah terus mengalami tekanan.
Antara tahun 2019–2021, mereka kembali kehilangan pangsa konsumsi sebesar 0,09 poin persentase. Bahkan kelompok 1% terkaya pun merasakan dampaknya, kehilangan 0,25 poin persentase.
Tapi tunggu dulu yang mengejutkan terjadi saat ekonomi mulai pulih!
Pada periode 2022–2023, kelompok 20% terkaya melonjak lagi, menambah 1,09 poin persentase konsumsi mereka. Kelompok 20% termiskin pun sedikit membaik, naik 0,21 poin persentase. Namun kelompok 60% menengah? Mereka kembali terpuruk, kehilangan 1,30 poin persentase.
"Perubahan terbaru dalam distribusi konsumsi ini menunjukkan bahwa pemulihan pasca pandemi di Indonesia semakin terpolarisasi," tulis LPEM FEB UI dalam laporannya, Minggu (4/5).
Baca Juga: Pajak Tinggi, Transaksi Kripto di RI Dinilai Kurang Kompetitif Dibanding Negara Lain
Kelompok 20% terbawah mencatatkan kenaikan pangsa konsumsi yang moderat, kelompok 20% teratas mengalami rebound yang kuat, sementara kelompok 60% tengah justru mengalami penyusutan.
"Hilangnya porsi konsumsi di kelompok tengah ini mencerminkan rapuhnya fondasi pemulihan ekonomi dan memberikan konteks penting di balik kenaikan ketimpangan yang lambat namun terus-menerus," katanya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi ini diam-diam mendorong kenaikan ketimpangan. Indeks Gini meningkat dari 35,3 pada 2020 menjadi 36,1 pada 2023. Meski kenaikannya tampak kecil, angka ini menyembunyikan tekanan ekonomi mendalam, terutama bagi kelas menengah yang semakin terpinggirkan.
Selanjutnya: Restitusi Pajak Melonjak Hingga Maret 2025, Tembus Rp 144,38 Triliun
Menarik Dibaca: 10 Jus Buah untuk Penderita Asam Lambung yang Aman Dikonsumsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News