Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan memangkas anggaran untuk program makan bergizi gratis anak dan ibu hamil dari Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per orang. Hal itu menurut ekonom tidak akan berdampak signifikan pada perekonomian.
Ekonom Senior Bright Institute Awalil Rizky menilai dampak makan bergizi gratis terhadap perekonomian ditentukan dari konsep dasar yang dijalankan. Menurutnya, jika hanya bersifat dapur umum, maka dampak ekonominya akan lebih kecil, terutama untuk wilayah (daerah).
"Apalagi jika sebagian bahan (misal susu dan beras) diimpor," ungkap Awalil kepada Kontan.co.id, Minggu (1/12).
Terlebih jika melibatkan modal asing untuk perusahaan yang melayani sebagian bahan baku, menurut Awalil akan semakin mengurangi daya dorong pada perekonomian. Ditambah jika yang dimaksud bantuan China adalah investasi atau bersifat utang yang artinya berbiaya maka akan semakin menggerus dampak pada pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Anggaran Makan Bergizi Jadi Rp 10.000, Badan Gizi Buka Suara
Di sisi lain, menurut Awalil soal diturunkan dari Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 secara ekonomi tidak banyak pengaruh jika total alokasi anggaran tetap. Artinya jumlah orang yang dijangkau lebih banyak.
"Namun, jika konsep atau model pelaksanaan MBG lebih tersentralisasi dan sebagian bahan adalah impor, maka akan mengurangi daya dorongnya ke perekonomian," ujarnya.
Awalil menambahkan, berita tentang Presiden Prabowo Subianto menurunkan jatah MBG dari Rp15.000 menjadi Rp10.000 hanya menambah kesimpangsiuran bagaimana program akan dijalankan. Antara lain, jangkauan program tahun 2025 seberapa dari narasi sasaran total 82,9 juta orang anak dan ibu hamil.
Baca Juga: Badan Gizi: 85% Anggaran Program Makan Bergizi Gratis untuk Beli Bahan Pangan Lokal
Dalam hal uji coba Awalil melihat sejauh ini masih bersifat teknis penyediaan. Bukan pada uji coba untuk memastikan konsep layanannya. Misalnya soal satuan (titik) layanan hanya menjadi semacam dapur umum atau bersifat off taker. Off taker artinya memiliki ruang wewenang untuk pengadaan bahan maupun sumber daya manusia dan lainnya.
"Masalahnya, makin kurang jelas tentang konsep dan rencana aksi MBG yang mau dijalankan, apalagi dengan rencana anggarannya menjadi Rp 10.000 per orang," jelasnya.
Selanjutnya: AAJI Ungkap Sejumlah Tantangan yang Dihadapi Industri Asuransi Jiwa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News