kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.510   29,00   0,19%
  • IDX 7.751   15,91   0,21%
  • KOMPAS100 1.205   2,84   0,24%
  • LQ45 962   3,32   0,35%
  • ISSI 234   0,74   0,32%
  • IDX30 494   1,67   0,34%
  • IDXHIDIV20 593   2,52   0,43%
  • IDX80 137   0,32   0,23%
  • IDXV30 142   -0,47   -0,33%
  • IDXQ30 164   0,41   0,25%

DPR Minta Kejelasan Investasi Xinyi Group di Proyek Rempang, Begini Penjelasan Bahlil


Senin, 02 Oktober 2023 / 18:45 WIB
DPR Minta Kejelasan Investasi Xinyi Group di Proyek Rempang, Begini Penjelasan Bahlil
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (kedua kanan) bersama Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Muhammad Rudi (ketiga kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2023).


Reporter: Nindita Nisditia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komisi VI DPR RI mengadakan rapat kerja dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia terkait kasus Rempang, Senin (2/10).

Komisi VI DPR juga melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dengan agenda tindak lanjut permasalahan lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Muhammad Sarmuji meminta kejelasan kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terkait detail investasi yang dilakukan Xinyi International Investments Limited atau Xinyi Group pada proyek di Pulau Rempang.

Baca Juga: BP Batam Disebut Belum Kantongi Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan Rempang

Bahlil menerangkan, besaran dari rencana investasi Xinyi Group adalah senilai US$ 11,6 miliar atau setara dengan Rp 174 triliun dan dilakukan secara bertahap.

Dalam proyek tersebut, Xinyi Group akan menjadi anchor investor dengan kontribusi 50% dari total investasi Kawasan Rempang yang sebesar Rp 381 triliun.

Adapun sejumlah proyek yang akan dikembangkan yakni pembangunan kawasan industri yang terintegrasi; pabrik pemrosesan pasir silika; industri soda abu; industri kaca panel surya; industri kaca float; industri silikon industrial grade; industri polisilikon; industri pemrosesan kristal; industri sel dan modul surya; dan infrastruktur pendukung.

"Jadi 11,6 miliar ini bukan hanya bikin pabrik kaca. Tapi ini bagian yang akan kita bangun. Ini satu ekosistem besar, dan perusahaan ini bukan hanya Xinyi tapi memang dia adalah yang di depan," terang Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (02/10).

Baca Juga: Temuan Ombudsman, BP Batam Belum Miliki Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan Rempang

Pengembangan di kawasan Rempang sebelumnya telah dilakukan oleh BP Batam bersama dengan dengan PT Mega Elok Graha (MEG) melalui penandatanganan MoU pada tahun 2004.

Dari MoU itu, daratan yang dikembangkan oleh BP Batam total areal kawasannya adalah seluas +17.600 hektar (Ha) tanah, dimana hanya 8.142 Ha yang dapat dikembangkan, terdiri dari 570Ha Areal Penggunaan Lain (APL) dan 7.572Ha Hutan Produksi Konversi (HPK), sisanya merupakan hutan lindung.

Namun, Bahlil menjelaskan, BP Batam dan Pemerintah Kota Batam tidak dapat menyerahkan wilayah Rempang untuk dikelola MEG karena status lahan masih berupa kawasan hutan.

Sedangkan untuk investor, Bahlil menyebut, kini jatah luas tanahnya adalah 2.300 Ha yang akan dibebaskan untuk tahap pertama.

“Nanti diserahkan kepada ATR (Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang) baru kemudian ATR akan mengeluarkan sertifikat dan lain-lainnya. Berikut adalah dari total 7.000Ha lebih, yang kita pakai tahap pertama itu adalah 2.300Ha,” tekan Bahlil.

Sebagai informasi, Investasi pertama Xinyi di Indonesia ada di bidang industri kaca di Kawasan Industri Gresik (JIIPE), Jawa Timur senilai $US 700 juta yang saat ini masih dalam proses konstruksi.

Untuk proyek di kawasan Rempang, target konstruksinya adalah di bulan November 2023, atau sesuai dengan perkembangan penyelesaian lahan.

Baca Juga: Jokowi Minta Penyelesaian Rempang Secara Kekeluargaan, Menjaga Investasi Berlanjut

Kepala BP Batam Muhammad Rudi menjelaskan, wilayah kerja BP BATAM adalah Pulau Batam, Pulau Rempang, dan Pulau Galang, sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992.

“Jadi tidak semua HPL (Hak Pengelolaan Atas Tanah) akan terbit di tiga pulau ini sendiri. Jadi akan kita urus apabila kita membutuhkan untuk kegiatan investasi ataupun ada orang yang meminta lahan tersebut,” imbuh Rudi.

Adapun dari proses pelepasan kawasan hutan dan penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL), dibutuhkan status lahan clean & clear. Artinya, bebas dari penguasaan masyarakat dan/atau bangunan milik pemerintah atau TNI/POLRI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×