kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.489   45,00   0,29%
  • IDX 7.736   0,93   0,01%
  • KOMPAS100 1.201   -0,35   -0,03%
  • LQ45 958   -0,50   -0,05%
  • ISSI 233   0,21   0,09%
  • IDX30 492   -0,18   -0,04%
  • IDXHIDIV20 591   0,64   0,11%
  • IDX80 137   0,04   0,03%
  • IDXV30 143   0,27   0,19%
  • IDXQ30 164   0,00   0,00%

Temuan Ombudsman, BP Batam Belum Miliki Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan Rempang


Kamis, 28 September 2023 / 08:07 WIB
Temuan Ombudsman, BP Batam Belum Miliki Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan Rempang
ILUSTRASI. Ratusan massa mengikuti Aksi Bela Rempang di kawasan Patung Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (20/9/2023). Massa dari Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) tersebut menolak penggusuran paksa warga untuk proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kota Batam, dan mendesak pemerintah untuk mengembalikan hak rakyat atas tanah tempat tinggal mereka.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman RI ikut turun tangan menginvestigasi kasus Rempang.

Hasil temuan Ombudsman, sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau Rempang atas nama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) belum diterbitkan.

Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengatakan, hak pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan belum clean and clear karena masih dikuasai masyarakat.

Surat Keputusan pemberian hak pengelolaan untuk lahan area penggunaan lain (APL) telah terbit dari Menteri ATR/KBPN tertanggal 31 Maret 2023 dan akan berakhir pada tanggal 30 September 2023.

"Meskipun dapat diperpanjang dengan persetujuan Menteri ATR/BPN berdasarkan permohonan BP Batam,” terang Johanes dalam konferensi pers, Rabu (27/9).

Baca Juga: Bahlil Sebut Investor Siap Lakukan Pengembangan Rempang Eco City

Selain itu, hasil dari investigasi Ombudsman, warga tetap menolak relokasi yang dilakukan BP Batam. “Warga sudah turun temurun berada di Pulau Rempang, selain itu juga tidak adanya jaminan terhadap mata pencaharian warga,” terang Johanes.

Temuan lain, Johanes mengatakan, belum ada dasar hukum terkait ketersediaan anggaran baik itu terkait pemberian kompensasi dan program secara keseluruhan.

Ombudsman juga menemukan, Pemkot Batam belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua di Batam.

“Berdasarkan keterangan dari BP Batam, terkait dengan pemberian kompensasi berupa rumah pengganti maupun uang tunggu dan hunian sementara bagi warga terdampak, memerlukan dasar hukum agar program berjalan,” ucap Johanes.

Terkait keputusan pemerintah mengenai penundaan relokasi, Johanes meminta Pemkot Batam dan BP Batam segera menyampaikan secara langsung baik lisan maupun tertulis kepada warga Pulau Rempang, bukan hanya melalui media massa.

Selanjutnya, Ombudsman RI akan melakukan permintaan keterangan lanjutan kepada sejumlah pihak terkait. Kemudian dilanjutkan konfirmasi temuan, penyerahan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan serta monitoring tindak lanjut Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, anggaran pemindahan warga terdampak diantaranya berasal dari BP Batam.

Nantinya, warga terdampak akan dipindahkan ke Tanjung Banun. Tercatat, sudah ada 300 kepala keluarga (KK) dari total 900 KK yang bersedia dipindahkan.

Di samping itu, masyarakat juga akan diberikan penghargaan berupa tanah seluas 500 meter persegi berikut dengan sertifikat hak miliknya, serta dibangunkan rumah dengan tipe 45.

“Apabila ada rumah yang lebih dari tipe 45 dengan harga Rp 120 juta, apabila ada yang lebih, nanti dinilai oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) nilainya berapa, itu yang akan diberikan,” terang Bahlil.

Baca Juga: Jokowi Minta Penyelesaian Rempang Secara Kekeluargaan, Menjaga Investasi Berlanjut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

[X]
×