Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah resmi menaikkan tarif pungutan ekspor minyak sawit (CPO) dari 7,5% menjadi 10% mulai 17 Mei 2025.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 yang bertujuan untuk mendorong hilirisasi kelapa sawit.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan bahwa setiap perubahan tarif harus dikaji secara menyeluruh dan disesuaikan dengan arah pengembangan industri sawit nasional ke depan.
"Kalau soal tarif CPO itu menurut saya harusnya ya, itu melihat peluang industri ini ke depan akan dibawa kemana. Soal biodieselnya dan sebagainya. Dan itu harus disesuaikan dengan roadmap itu," ujar Misbakhun kepada awak media di Gedung DPR, Senin (19/5).
Baca Juga: Dikeluhkan Pengusaha, Kemenkeu Janji Evaluasi Tarif Ekspor CPO 10%
Ia menegaskan bahwa kebijakan tarif tidak bisa hanya dilihat dari sisi fiskal semata, melainkan juga harus mempertimbangkan aspek regulasi dan pengembangan industri jangka panjang.
Misbakhun pun mempertanyakan fokus utama pemerintah dalam wacana kenaikan tarif tersebut.
"Berarti kalau pemerintah mau menaikkan itu, heaviness-nya ke mana? Untuk mendapatkan pungutan atau heaviness-nya untuk regulasi? Nah itu pemerintah yang tahu," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kebijakan kenaikan tarif ekspor CPO menjadi 10% merupakan hasil keputusan Komite Pengarah (Komrah) BPDP dan akan tetap diimplementasikan sembari terus dievaluasi.
"Itu kan sudah jadi keputusan Komrah, jadi memang kebijakannya ada di Komrah, dan kemarin sudah dibahas, sehingga nanti kita implementasikan dulu aja, nanti sambil terus kita evaluasi ya," kata Febrio kepada awak media di Gedung DPR RI, Senin (19/5).
Baca Juga: Tarif Ekspor CPO Naik 10%, SSMS Belum Berencana Revisi Target Keuangan Tahun Ini
Ketika ditanya mengenai kemungkinan peninjauan ulang atas tarif ekspor tersebut, Febrio menegaskan bahwa evaluasi akan terus dilakukan dengan mempertimbangkan dinamika global dan kebutuhan nasional, terutama terkait strategi hilirisasi industri.
"Kan selalu kita lihat perkembangan global, kebutuhan dari kebijakan kita untuk hilirisasi, itu pasti terus akan kita evaluasi," katanya.
Selanjutnya: EKonom Bank Mandiri Perkirakan Ekonomi RI Tumbuh 4,93% pada Kuartal II-2025
Menarik Dibaca: Dukung UKM, Indibiz Ajak Pelanggan Ikuti Digital Run 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News