kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,47   7,12   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR janjikan RUU CSR tak beratkan pengusaha


Senin, 05 Desember 2016 / 17:32 WIB
DPR janjikan RUU CSR tak beratkan pengusaha


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Walau mendapat penolakan dari kalangan pengusaha, namun Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate social responsibility masuk dalam (Prolegnas) Prioritas tahun 2017.

Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Pasarong mengatakan, kajian awal pembentukan RUU ini sudah dilakukan di tingkat komisi yakni yang terkait dengan filosofis, historis, sosiologis dan ekonomis. "Untuk substansi masih membutuhkan masukan-masukan dari pemangku kepentingan," kata Ali, Senin (5/12).

Oleh karena itu, Ali mengatakan kalangan pengusaha tidak perlu khawatir yang berlebih. Pasalnya, pengusaha akan tetap dilibatkan dan mendapat porsi dalam proses pembahasan untuk menggali masukan, usulan serta saran.

DPR, menurut Ali tidak akan memberatkan pengusaha apalagi ditengah tanggungan beban anggaran yang tinggi. "Kami tidak menghendaki untuk membebani perusahaan, namun negara perlu hadir (melalui regulasi), dan pengusaha perlu memperhatikan masyarakat," ujar Ali.

Jenis usaha serta skala usaha apa saja yang akan diatur dan harus mengikuti ketentuan tersebut masih menunggu pembahasan lebih lanjut. Apa lagi nantinya dari pihak pemerintah maupun DPR akan menharmonisasikan Daftar Inventasisasi Masalah (DIM) sehingga akan terlihat irisan-irisan yang akan terkena dari kebijakan ini.

Ali bilang, selama ini implementasi tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh Perusahaan masih belum dapat terpantau dengan baik. Ali mencontohkan, bidang usaha di sektor pertambangan mapun perkebunan masih belum maksimal dalam menerapkan bentuk tanggung jawab sosial perusahaanya.

Perusahaan pertambangan maupun pekebunan setelah selesai operasionalnya lahan yang digunakan ditinggalkan begitu saja tanpa ada penanaman tanaman sebagai upaya perbaikan. Tentu saja hal tersebut akan menjadi beban persoalan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid mengatakan, poin-poin yang menjadi keberatan oleh pengusaha hal tersebut masih dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut. "Soal besaran masih dibicarakan," kata Sodik.

Sodik mengatakan, setidaknya ada lima hal yang terdapat dalam RUU CSR ini. Pertama, soal sinkronisasi kepesertaan dunia usaha untuk mengentaskan pemiskinan. Kedua, pengaturan keterlibatan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.

Ketiga, mekanisme dan koordinasi dana CSR untuk pengentasan kemiskinan. Empat, besaran dan tata cara penyerahan CSR. Kelima, sanksi dan pengawasan. "Tantangan dan hambatan kami bukan soal penolakan dari pengusaha," ujar Sodik.

Seperti yang diberitakan KONTAN sebelumnya, kalangan pengusaha menolak keras masuknya RUU CSR. "Kami akan mati-matian tentang habis (RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan), itu akan menjadi beban pajak baru bagi pengusaha," kata Hariyadi.

Menurut Hariyadi, selama ini Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sifatnya adalah sukarela dan tidak wajib. Skema yang ada, CSR diberikan setelah perusahaan mencapai titik keuntungan dan membayar semua kewajiban-kewajibannya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, CSR jangan menjadi sebuah mandatori apalagi dengan besaran persentase tertentu. Di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS) CSR bersifat sukarela.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×