Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketidakpastian ekonomi global yang dipicu perang dagang dan ketegangan geopolitik berdampak nyata terhadap perekonomian Indonesia.
Tanda-tanda pelemahan terlihat dari turunnya daya beli masyarakat, stagnasi sektor industri, hingga menurunnya keyakinan konsumen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai situasi saat ini sebagai salah satu kondisi global paling tidak menentu sejak krisis ekonomi terakhir.
Ia menyebut bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi dunia, termasuk warisan era kepemimpinan Donald Trump, turut memperburuk stabilitas ekonomi global.
Baca Juga: Ekonom Proyeksi Ekonomi Indonesia Kuartal IV Tetap Tumbuh di Atas 5%
“Uncertainty, itu memang tinggi sekali kalau kita lihat,” ujar Tauhid dalam acara Indef yang dikutip Kontan.co.id, Rabu (2/7).
Dampak ketidakpastian global tercermin dalam performa ekspor Indonesia.
Proyeksi ekspor mencapai sekitar US$ 28 miliar dengan surplus sekitar US$ 18 miliar. Kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 9%, namun masih dibayangi tekanan besar dari kebijakan tarif negara mitra dagang.
Konflik antara Israel dan Iran juga menambah kerentanan global, terutama di sektor energi.
Meski harga minyak global cenderung naik saat terjadi konflik, pasar saham di Amerika Serikat dan Tel Aviv tidak menunjukkan penurunan signifikan.
Tauhid menilai, hal ini mencerminkan bahwa krisis di Timur Tengah sudah menjadi faktor yang diperhitungkan sejak lama.
Baca Juga: Bank Dunia Prediksi Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5% pada 2025-2026, Imbas Perang Dagang
Ia juga menjelaskan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran tidak memicu lonjakan harga minyak seperti halnya jika serangan ditujukan pada fasilitas pengolahan atau wilayah ibu kota.
Dari sisi domestik, ekonomi nasional menunjukkan gejala pelemahan. Indeks keyakinan konsumen turun ke level 117, mengindikasikan menurunnya daya beli masyarakat, termasuk di kelas menengah.
Penjualan ritel juga tercatat melemah 0,3% pada April 2025, sementara indeks manufaktur (PMI) telah berada di bawah level 50 selama tiga bulan terakhir, menandakan kontraksi sektor industri.
Sementara itu, aliran investasi portofolio menunjukkan arus keluar yang lebih besar daripada arus masuk. Meskipun pada Juni tercatat sedikit perbaikan, kondisi ini menandakan lemahnya daya tarik domestik dibandingkan pasar global.
Dampak perang dagang dan ketegangan geopolitik terhadap ekspor Indonesia secara keseluruhan dinilai tidak terlalu besar, dengan penurunan hanya sekitar 0,05%.
Baca Juga: Ekonomi RI Diprediksi Tumbuh di Bawah 5%
Namun, beberapa sektor seperti tekstil dan alas kaki mengalami tekanan, sementara peralatan utilitas dan kendaraan bermotor masih mencatatkan potensi ekspor. Secara geografis, ekspor dan impor Indonesia ke kawasan Timur Tengah hanya sekitar 4,6% dan 4,1%.
Tauhid memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 hanya akan berada di kisaran 4,7% hingga 5%, lebih rendah dari target yang ditetapkan.
Meskipun inflasi, suku bunga, dan nilai tukar relatif stabil, harga minyak menjadi faktor utama yang bisa mengoreksi proyeksi tersebut.
“Inflasi tidak masalah, suku bunga nilai tukar, namun harga minyak ini yang kemudian menjadi faktor pengoreksi dari target tersebut,” tambahnya.
Baca Juga: Menakar Ketahanan Ekonomi Indonesia di Tengah Gempuran Tekanan Global
Dalam menghadapi tantangan global ini, Tauhid menekankan pentingnya memperkuat daya beli masyarakat dan mengoptimalkan penggunaan anggaran negara agar perekonomian tetap terjaga dan tidak semakin melemah.
Selanjutnya: Sebulan Harga Emas Antam Naik 0,42 Persen, Kemarin Kian Kinclong (2 Juli 2025)
Menarik Dibaca: Cek dan Redeem Gift Code Ojol The Game 3 Juli 2025 Update Terkini Berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News