Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kecewa terhadap pemerintah terkait dengan belum diserahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Padahal, RUU JPSK ini dinilai penting sebagai upaya melindungi perbankan dalam negeri.
Ketua Komisi XI Fadel Muhammad mengatakan, pembahasan RUU JPSK ini dinilai mendesak lantaran kekhawatiran bila terjadi krisis di tengah tren perekonomian yang tidak menentu saat ini. "Padahal sampai saat ini kita belum memiliki arsitektur keuangannya," kata Fadel, Selasa (21/4).
Arsitektur keuangan yang dimaksud tersebut adalah kebijakan terkait dengan keuangan negara yakni UU tentang Bank Indonesia (BI), UU Perbankan dan UU JPSK. Bila ketiga UU tersebut dapat disinkronkan maka akan lebih kuat bila terjadi ancaman krisis.
Disamping itu, bila ketiga UU tersebut dapat segera diselesaikan maka perlindungan terhadap pengusaha kecil dapat ditingkatkan. "Selama ini yang besar makin besar, karena mudah mendapat akses pendanaan," ujar Fadel.
Fadel menilai, selama ini perbankan dalam negeri sudah terlalu liberal. Di Indonesia banyak bank-bank asing yang datang, sementara itu bank lokal yang ingin mengembangkan bisnisnya ke luar negeri sulit.
Padahal, sebelumnya Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan RUU JPSK siap dilaporkan kepada Presiden, sebelum diajukan dan dilakukan pembahasan dengan DPR. RUU tersebut sudah dalam tahap finalisasi dan siap diajukan ke Presiden sehingga dapat segera diserahkan ke DPR sebelum masa sidang berakhir.
Meski tidak merinci, Agus bilang peraturan ini sangat penting dan menjadi prioritas untuk disahkan menjadi Undang-Undang, karena bisa menjadi antisipasi terhadap datangnya krisis ekonomi. "Ini sudah kita prioritaskan sejak tiga tahun lalu dan merupakan salah satu prioritas pemerintah untuk diajukan," kata Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News