kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.714.000   12.000   0,71%
  • USD/IDR 16.430   54,00   0,33%
  • IDX 6.647   -17,63   -0,26%
  • KOMPAS100 942   -8,98   -0,94%
  • LQ45 738   -9,69   -1,30%
  • ISSI 209   1,77   0,85%
  • IDX30 384   -5,57   -1,43%
  • IDXHIDIV20 461   -6,31   -1,35%
  • IDX80 107   -1,15   -1,06%
  • IDXV30 110   -0,84   -0,76%
  • IDXQ30 126   -1,79   -1,40%

DEN Waspadai Ancaman Trump kepada BRICS yang Ganti Dolar AS sebagai Mata Uang Utama


Jumat, 07 Februari 2025 / 10:08 WIB
DEN Waspadai Ancaman Trump kepada BRICS yang Ganti Dolar AS sebagai Mata Uang Utama
ILUSTRASI. Indonesia juga bersikap waspada dalam menghadapi dinamika yang terjadi di BRICS terkait wacana penggantian dolar AS sebagai mata uang utama. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat Donald Trump AS menyatakan akan menekan negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) dan negara-negara yang berusaha menggantikan dolar sebagai mata uang utama perdagangan internasional.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mengungkapkan, Indonesia juga bersikap waspada dalam menghadapi dinamika yang terjadi di BRICS. 
Sebagaimana diketahui, pada 6 Januari 2025, Indonesia resmi bergabung menjadi anggota penuh BRICS.

Meski AS mengancam dedolarisasi, namun data menunjukkan bahwa meskipun porsi dolar dalam cadangan devisa global turun. 

Baca Juga: Sikapi Kebijakan Perdagangan Trump, Indonesia Jaga Hubungan Dagang Seimbang dengan AS

Menurut Chatib, perubahan ini lebih disebabkan oleh dinamika pasar daripada upaya nyata untuk menggantikan dolar.

“Posisi Indonesia harus tetap netral dan seimbang, dengan menegaskan bahwa keanggotaan di BRICS bukan berarti mendukung dedolarisasi, melainkan untuk memperluas peluang perdagangan dan investasi,” tutur Chatib dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/2).

Menurut Chatib, dibalik kewaspadaan kebijakan Trump, Indonesia harus melihat celah dan memanfaatkan peluang positif yang bisa dilakukan.

Ia mengungkapkan, perang dagang yang kembali memanas antara AS dan China berpotensi mendorong relokasi industri ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Untuk dapat menangkap peluang ini, Indonesia harus segera melakukan pembenahan dalam berbagai aspek, seperti penyederhanaan regulasi, percepatan reformasi struktural, dan digitalisasi layanan.

Baca Juga: Trudeau Sindir Trump: Perang Tarif Bakal Bikin Pabrik-Pabrik AS Tutup

“Saat ini, banyak investor global masih melihat kompleksitas regulasi di Indonesia sebagai tantangan utama. Oleh karena itu, reformasi struktural harus terus dipercepat, termasuk deregulasi, digitalisasi layanan, serta penguatan kawasan ekonomi khusus,” tegas Chatib.

Selain itu, lanjutnya, kebijakan moneter AS juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Jika The Fed memutuskan untuk menahan atau bahkan menaikkan suku bunga, maka imbal hasil obligasi AS akan meningkat, yang dapat mendorong penguatan dolar dan mempersempit ruang kebijakan moneter Indonesia.

Oleh karena itu, stabilitas rupiah harus menjadi prioritas, termasuk melalui optimalisasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk mengurangi tekanan eksternal terhadap mata uang nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×