kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.660.000   -10.000   -0,60%
  • USD/IDR 16.328   10,00   0,06%
  • IDX 6.724   -151,11   -2,20%
  • KOMPAS100 991   -11,70   -1,17%
  • LQ45 778   0,38   0,05%
  • ISSI 205   -4,08   -1,96%
  • IDX30 403   0,21   0,05%
  • IDXHIDIV20 484   1,70   0,35%
  • IDX80 113   -0,22   -0,20%
  • IDXV30 117   0,18   0,15%
  • IDXQ30 133   0,41   0,31%

Sikapi Kebijakan Perdagangan Trump, Indonesia Jaga Hubungan Dagang Seimbang dengan AS


Jumat, 07 Februari 2025 / 09:51 WIB
Sikapi Kebijakan Perdagangan Trump, Indonesia Jaga Hubungan Dagang Seimbang dengan AS
ILUSTRASI. Dewan Ekonomi Nasional melaporkan analisis dan rekomendasi terkait dampak kebijakan tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia. Media Center KTT ASEAN 2023/Aditya Pradana Putra/pras.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan jajaran Dewan Ekonomi Nasional (DEN) di Istana Merdeka, Kamis (6/2). 

Dewan Ekonomi Nasional melaporkan hasil analisis dan rekomendasi terkait dampak kebijakan tarif perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia.

Sebagaimana yang sudah diketahui, dengan pendekatan yang lebih agresif, Trump telah menerapkan tarif baru terhadap Meksiko, Kanada, dan China dalam kurun waktu kurang dari 15 hari setelah pelantikannya. Hal ini akan memicu perang dagang 2.0.

Anggota DEN Chatib Basri menegaskan, Indonesia tetap waspada terhadap kemungkinan menjadi target kebijakan tarif AS. Hal ini terutama karena defisit perdagangan AS terhadap Indonesia menempati peringkat ke-15, di bawah Malaysia dan di atas Swiss. Oleh karena itu, strategi mitigasi harus segera disiapkan.

Baca Juga: Emiten Komponen Otomotif Tak Terpapar Tarif Impor Amerika

Meski begitu, ia mengungkapkan  bahwa Indonesia akan tetap menjaga hubungan perdagangan yang seimbang dengan AS.

“Indonesia dapat mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif dalam menjaga hubungan perdagangan dengan AS, termasuk dengan meningkatkan impor produk strategis seperti pesawat, LNG, dan produk pertanian,” tutur Chatib dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/2).

Selain itu, ia menambahkan, perhatian juga perlu diberikan terhadap perusahaan AS yang berinvestasi di Indonesia, yang menghadapi tantangan regulasi di dalam negeri.

Selain hubungan dengan AS, Chatib menyampaikan, Indonesia juga bersikap waspada dalam menghadapi dinamika yang terjadi di BRICS.

Pasalnya, AS secara terang-terangan menyatakan akan menekan negara-negara yang berusaha menggantikan dolar sebagai mata uang utama perdagangan internasional. 
Namun, data menunjukkan bahwa meskipun porsi dolar dalam cadangan devisa global turun, perubahan ini lebih disebabkan oleh dinamika pasar daripada upaya nyata untuk menggantikan dolar.

“Posisi Indonesia harus tetap netral dan seimbang, dengan menegaskan bahwa keanggotaan di BRICS bukan berarti mendukung dedolarisasi, melainkan untuk memperluas peluang perdagangan dan investasi,” lanjutnya.

Ia menambahkan, perang dagang yang kembali memanas antara AS dan China berpotensi mendorong relokasi industri ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Untuk dapat menangkap peluang ini, anggota DEN tersebut mengatakan, Indonesia harus segera melakukan pembenahan dalam berbagai aspek, seperti penyederhanaan regulasi, percepatan reformasi struktural, dan digitalisasi layanan.

“Saat ini, banyak investor global masih melihat kompleksitas regulasi di Indonesia sebagai tantangan utama. Oleh karena itu, reformasi struktural harus terus dipercepat, termasuk deregulasi, digitalisasi layanan, serta penguatan kawasan ekonomi khusus,” tegas Chatib.

Baca Juga: Tarif Impor Trump Berlaku, Jadi Hambatan atau Peluang Emiten Komponen Otomotif?

Selain itu, kebijakan moneter AS juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Jika The Fed memutuskan untuk menahan atau bahkan menaikkan suku bunga, maka imbal hasil obligasi AS akan meningkat, yang dapat mendorong penguatan dolar dan mempersempit ruang kebijakan moneter Indonesia.

Oleh karena itu, menurut Chatib stabilitas rupiah harus menjadi prioritas, termasuk melalui optimalisasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk mengurangi tekanan eksternal terhadap mata uang nasional.

Lebih lanjut, Menteri Keuangan periode 2013-2014 tersebut mengungkapkan, dalam menghadapi ketidakpastian global, Indonesia akan memperkuat kerja sama dengan ASEAN sebagai blok ekonomi yang solid dalam merespons dinamika perdagangan dunia. 

Selain itu, diversifikasi pasar menjadi langkah strategis yang harus diprioritaskan, dengan meningkatkan kemitraan dengan Uni Emirat Arab, Uni Eropa, dan China.

“Dengan memastikan bahwa pasar ekspor tidak bergantung pada satu negara tertentu, Indonesia dapat mengurangi risiko dari ketidakstabilan kebijakan dagang global,” jelas Chatib.

Chatib menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga hubungan yang saling menguntungkan dengan AS, tetapi dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. 

Daya saing, iklim investasi yang lebih baik, serta kebijakan yang konsisten dan responsif menjadi kunci bagi Indonesia untuk terus bertumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi global.

“Pemerintah akan terus berupaya memastikan stabilitas ekonomi dengan memperkuat kerja sama internasional, memperbaiki regulasi investasi, serta menyiapkan kebijakan perdagangan yang adaptif agar Indonesia tetap kompetitif di pasar global,” pungkasnya.

Selanjutnya: BNI Pacu Pertumbuhan Pembiayaan Berkelanjutan

Menarik Dibaca: Berikut Tips Jitu Cegah Depresiasi Harga Mobil Saat Dijual Kembali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×