Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke perbankan.
Dana tersebut berasal dari total Rp 425 triliun SAL yang saat ini tersimpan di rekening khusus Bank Indonesia (BI).
Langkah ini dinilai sebagai upaya injeksi likuiditas terarah untuk menopang pertumbuhan kredit sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.
Menurut hitungan Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), tambahan likuiditas ini akan menurunkan rasio loan-to-deposit (LDR) bank BUMN dari 93,5% menjadi 89,6%.
Meski begitu, penyaluran kredit tetap bersifat sukarela, tergantung pada selera risiko dan permintaan pembiayaan dari debitur.
"Karena bank masih fokus pada kualitas aset dan berhati-hati dalam ekspansi kredit baru, kami memperkirakan transmisi ke pertumbuhan PDB akan memerlukan waktu," ujar Analis Samuel Sekuritas Indonesia Prasetya Hadi dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Baca Juga: Menkeu Purbaya Suntik Rp 200 Triliun ke Perbankan, Begini Skemanya
Dana penempatan diperkirakan akan dikenakan bunga sekitar 80% dari suku bunga kebijakan BI yang kini 4,0%, atau lebih rendah dari rata-rata bunga deposito bank besar (4,3%).
Hal ini memberi sedikit ruang penurunan biaya dana (cost of fund/CoF). Namun, bila pemerintah mendorong bank menyalurkan kredit berbunga rendah untuk program prioritas, margin bunga bersih (NIM) bisa tertekan.
Prasetya juga menyoroti potensi risiko terhadap kualitas aset. Saat ini, rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat 2,1%.
Dalam skenario terburuk, bila bank terdorong menyalurkan kredit berisiko tinggi, NPL dapat melonjak hingga di atas 6%, yang berpotensi meningkatkan biaya pencadangan (cost of credit/CoC) dan menekan profitabilitas bank.
Secara keseluruhan, Samuel Sekuritas Indonesia menilai kebijakan penempatan Rp 200 triliun ini memberikan keringanan likuiditas jangka pendek dan sedikit menurunkan biaya dana bank.
Namun, efektivitasnya dalam mendorong kredit dan pertumbuhan ekonomi masih sangat bergantung pada kemauan bank menyalurkan pinjaman.
"Risiko tetap mengarah pada penurunan margin dan penurunan kualitas aset jika penyaluran kredit lebih banyak didorong oleh kepentingan politik ketimbang mekanisme pasar," kata Prasetya.
Baca Juga: Purbaya Dapat Restu Prabowo, Kas Negara Rp 200 Triliun Bakal Dialirkan ke Perbankan
Selanjutnya: Bursa Korea Selatan Tembus Rekor Kamis (11/9), Usai Rencana Kenaikan Pajak Dibatalkan
Menarik Dibaca: 3 Strategi bagi UMKM Lebih Siap Hadapi Serangan Siber Social Engineering
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News