Reporter: Asep Munazat Zatnika, Jane Aprilyani, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Lewat sidang paripurna, Senin (29/9), anggaran belanja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) tahun 2015 dipastikan naik. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat total anggaran belanja 2015 sebesar Rp 2.039,05 triliun, naik Rp 20 triliun dari usulan sebelumnya sebesar Rp 2.019,87 triliun.
Hampir semua pos belanja negara mengalami kenaikan. Namun, kenaikan belanja paling signifikan di pos belanja kementerian/lembaga (K/L) yang bertambah Rp 46,72 triliun menjadi Rp 647,30 triliun. Lalu, anggaran ke daerah bertambah Rp 7,05 triliun. Tapi, anggaran belanja non K/L berkurang Rp 34,19 triliun.
Adalah perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,8%, naik dari usulan 5,6% serta lifting minyak yang naik dari 845.000 menjadi 900.000 barel per hari (bph) menjadi penyebab perubahan. Perubahan asumsi makro berimbas ke penerimaan negara yang ujungnnya mendongkrak belanja negara.
Sesuai kesepakatan, penerimaan negara tahun depan dan hibah mencapai Rp 1.793,59 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 1.790,33 triliun dan penerimaan dari hibah sebesar Rp 3,26 triliun.
Dengan komposisi itu, defisit anggaran hanya sebesar Rp 245,9 triliun atau 2,21% dari produk domestik bruto (PDB). Target ini turun Rp 11,7 triliun dari usulan RPABN 2015 yang sebesar 2,32% dari PDB atau Rp 257,6 triliun.
Menteri Keuangan Chatib Basri bilang, penurunan defisit anggaran memberikan sinyal positif. "Melalui penetapan target defisit yang lebih rendah, kita dapat mengurangi rencana penambahan utang yang signifikan. Ini membantu mengantisipasi kebijakan kenaikan tingkat bunga di perekonomian global tahun 2015," tandas Chatib.
Hanya, kata Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dolfie Othniel Fredric Palit, anggaran 2015 belum mencakup seluruh program Jokowi-Kalla. Makanya, perubahan anggaran akan dilakukan di awal tahun,.
Pajak kejar orang kaya
Apapun itu, pajak dan bea cukai harus menggenjot penerimaan lantaran 76,94% dari total pendapatan negara tahun depan diambil dari pos itu.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany, bilang, target tersebut cukup tinggi.
Pajak masih alam menerapkan strategi sama dengan tahun ini guna mengejar penerimaan pajak. "Tema yang masih sama, yakni pajak orang pribadi," tegas Fuad. Saat ini masih banyak individu yang belum membayar pajak. Pajak juga akan mengejar wajib pajak yang sudah bayar pajak tapi tak sesuai jumlahnya.
Fuad mengaku sudah bekerjasama dengan kepolisian dan KPK untuk mengejar orang-orang berpendapatan tinggi namun lalai dengan pajaknya. "Sudah ada beberapa orang yang kami tidak bisa kami sebutkan. Tapi pengejaran ke beberapa orang masih dilakukan," kata Fuad.
Selain itu, kantor pajak juga akan semakin intens mengejar perpajakan dari sektor non perdagangan. Sektor yang prospektif antara lain properti dan pertambangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News