CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Pemerintah pangkas bujet belanja 80 kementerian


Rabu, 11 Juni 2014 / 11:54 WIB
Pemerintah pangkas bujet belanja 80 kementerian
ILUSTRASI. IHSG jeblok di awal tahun. Saham-saham berkapitalisasi besar penggerak IHSG pun tidak luput dari penurunan harga. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.


Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Sejak dua pekan lalu, 80 kementerian dan lembaga pemerintah betul-betul sedang pusing. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penghematan dan Pemotongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 yang terbit 19 Mei lalu.

Bagaimana tidak? Ke-80 kementerian dan lembaga itu harus memangkas bujet belanja mereka tahun ini dengan jumlah yang tidak sedikit. Total anggaran yang mesti mereka pangkas mencapai Rp 100 triliun. Padahal, tahun anggaran 2014 sudah masuk bulan keenam.

Jelas bukan perkara yang gampang menggunting anggaran segede itu. Tak heran, banyak kementerian dan lembaga yang mengeluh. Sebab bagi mereka, memangkas anggaran dengan nilai yang tidak kecil bak mission impossible.

Kementerian Pekerjaan Umum (PU), misalnya, harus memotong bujet belanja sebesar Rp 22,75 triliun, setara 27% dari total anggaran Rp 84,75 triliun. Kalau ditelan mentah-mentah, banyak proyek infrastruktur yang sudah mereka tender harus dibatalkan.

Menurut Djoko Mursito, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian PU, pemotongan anggaran lembaganya yang tidak menimbulkan risiko hanya sebesar Rp 4,13 triliun. “Kalau Rp 22,75 triliun bisa mengganggu pencapaian rencana kerja pemerintah seperti pembangunan jalan baru,” tegasnya.

Tapi, pemerintah harus mengambil langkah penghematan anggaran kementerian dan lembaga. Kalau tidak, defisit APBN 2014 bisa mencapai 4,69% dari produk domestik bruto (PDB) gara-gara subsidi energi, yakni bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, membengkak Rp 110,03 triliun atau 39% menjadi Rp 392,13 triliun.

Dukungan capres

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memilih jalan yang lebih aman ketimbang mengurangi subsidi BBM. Soalnya, untuk memangkas subsidi BBM, Presiden SBY harus mengambil langkah sangat tidak populer seperti mengerek harga BBM bersubsidi.

Hanya, tetap terbuka kemungkinan, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi lahir di ujung Pemerintahan SBY. Syaratnya, harus ada dukungan dari dua calon presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden (pilpres), 9 Juli nanti: Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi).

Intinya, jika ada pernyataan dari keduanya, pemerintah tidak segan menaikkan harga BBM bersubsidi. “Kalau dua kandidat presiden menyatakan secara terbuka saya meminta kenaikan harga BBM, atau partai-partai menyatakan secara resmi kami meminta kenaikan harga BBM demi masa depan. Maka, ini bisa dibicarakan presiden dan pemerintah,” kata Menteri Keuangan Chatib Basri dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (3/6).

Seolah gayung bersambut. Sehari setelah pernyataan Chatib, usai pemaparan platform ekonomi di hadapan pengusaha, Jokowi mengisyaratkan akan mendongkrak harga BBM bersubsidi jika terpilih menjadi presiden. “Subsidi kita saat ini dinikmati bukan oleh masyarakat tidak mampu. Jadi, lebih baik alihkan ke subsidi pupuk untuk petani,” ujarnya.

Meski sampai saat ini Prabowo belum menyatakan secara terbuka sikapnya, Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra Burhanuddin Abdullah bilang, kenaikan harga BBM bersubsidi juga menjadi opsi jika Prabowo menang dalam pilpres. “Bahkan pada awal pemerintahan harus mulai dipikirkan,” katanya.

Ya, kalau pemerintah berani mengurangi subsidi BBM, tentu pemotongan belanja kementerian dan lembaga tidak harus sampai Rp 100 triliun. Berhemat jangan setengah hati. Paling tidak meringankan PR berat bagi pemerintah mendatang.



***Sumber : KONTAN MINGGUAN 37 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×