kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.934.000   -11.000   -0,57%
  • USD/IDR 16.341   27,00   0,17%
  • IDX 7.544   12,60   0,17%
  • KOMPAS100 1.047   -4,04   -0,38%
  • LQ45 795   -5,29   -0,66%
  • ISSI 252   0,56   0,22%
  • IDX30 411   -3,03   -0,73%
  • IDXHIDIV20 472   -7,09   -1,48%
  • IDX80 118   -0,54   -0,46%
  • IDXV30 121   -0,69   -0,57%
  • IDXQ30 131   -1,32   -1,00%

BPS Ungkap Mekanisme Penghitungan Angka Kemiskinan dan Miskin Ekstrem


Jumat, 25 Juli 2025 / 14:16 WIB
BPS Ungkap Mekanisme Penghitungan Angka Kemiskinan dan Miskin Ekstrem
ILUSTRASI. Logo Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan mekanisme penghitungan angka kemiskinan dan miskin ekstrem di Indonesia.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan mekanisme penghitungan angka kemiskinan dan miskin ekstrem di Indonesia.

Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, Nurma Midayanti, menjelaskan, BPS hanya menggunakan standar perhitungan Bank Dunia versi purchasing power parity (PPP) 2017, yang perhitungannya berdasarkan pengeluarannya per kapita per hari berada di bawah US$ 2,15.

Sementara itu, Nurma membeberkan untuk penghitungan angka kemiskinan tidak menggunakan standar Bank Dunia, dan masih sesuai dengan yang selama ini digunakan yakni basic need approach atau pendekatan kebutuhan dasar.

Baca Juga: Penduduk Miskin RI Capai 23,85 Juta Orang, BPS: Terendah Sejak 2 Dekade Terakhir

“Karena itu penghitungan metode Bank Dunia untuk perbandingan antar negara. Untuk kebijakan pengentasan kemiskinan masih menggunakan pendekatan kebutuhan dasar makanan dan non makanan,” tutur Nurma kepada Kontan, Jumat (25/7).

Untuk diketahui, BPS mencatat pada Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang, turun sekitar 210.000 orang dibandingkan dengan kondisi pada September 2024. 

Sementara itu, angka kemiskinan ekstrem mencapai 2,38 juta orang pada Maret 2025, atau turun 40.000 orang bila dibandingkan September 2024 yang mencapai 2,78 juta orang.

Baca Juga: BPS: Kemiskinan di Kota Naik, Sementara di Desa Justru Mengalami Penurunan

Meski demikian, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyampaikan, penghitungan angka kemiskinan ekstrem yang dilakukan di Indonesia belum menggunakan standar baru yakni pada PPP 2021, yang menetapkan pengeluarannya per kapita per hari berada di bawah dari US$  2,15 menjadi US$ 3,00 untuk garis kemiskinan internasional atau yang biasanya menjadi ukuran tingkat kemiskinan ekstrem.

“Kemudian sampai saat ini memang kita belum secara resmi mengadopsi batas US$ 3,00 tersebut sebagai garis kemiskinan ekstrem nasional,” tuturnya.

Namun demikian BPS akan terus mengikuti perkembangan metode global tentang pengukuran terutama kemiskinan ekstrem tersebut. Ia menjelaskan, BPS masih menggunakan standar Bank Dunia versi PPP 2017 agar bisa membandingkan daya kemiskinan ekstrem dengan periode atau tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga: BPS Batal Umumkan Rilis Kemiskinan dan Tingkat Ketimpangan

Lebih lanjut, Ia membeberkan penghitungan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 8 Tahun 2025, tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Adapun Inpres tersebut ditandatangani pada 27 Maret 2025 dan berlaku hingga 31 Desember 2029. “Dalam Inpres 8 ini, BPS ditugaskan untuk menyelenggarakan survei juga menghitung capaian pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem,” tutur Ateng.

Ateng membeberkan, BPS menghitung angka kemiskinan menggunakan garis kemiskinan (GK), yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita sebulan di bawah GK.

Adapun ia mencatat, garis kemiskinan di Indonesia meningkat menjadi Rp 609.160 per kapita per bulan pada Maret 2025. Ini meningkat 2,34% bila dibandingkan  September 2025 yang mencapai Rp 595,242 per kapita per bulan.

Garis kemiskinan adalah batas pengeluaran minimum yang digunakan untuk mengklasifikasikan seseorang sebagai miskin. BPS menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan pada Maret 2025. Ini berarti, seseorang dianggap miskin jika pengeluarannya di bawah angka tersebut.

Baca Juga: Bank Dunia Sebut 60,3% Masyarakat Indonesia Masih Miskin, BPS Beri Penjelasan

Garis kemiskinan adalah batas pengeluaran minimum yang digunakan untuk mengklasifikasikan seseorang sebagai miskin. BPS menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan pada Maret 2025. Ini berarti, seseorang dianggap miskin jika pengeluarannya di bawah angka tersebut.

Garis kemiskinan pada Maret 2025 meningkat 2,34% bila dibandingkan  September 2025 yang mencapai Rp 595,242 per kapita per bulan.

Adapun dilihat secara wilayah, garis kemiskinan di perkotaan Rp 629.561 per kapita per bulan tercatat naik 2,24% bila dibandingkan September 2024 sebesar Rp 615.763 per kapita per bulan.

Pun dengan garis kemiskinan di pedesaan juga meningkat 2,36% dari September 2024 yang mencapai Rp 566.655 per kapita per bulan.

“Namun, garis kemiskinan di pedesaan meningkat lebih tinggi dibandingkan di perkotaan secara kenaikannya,” ungkapnya.

Baca Juga: Bank Dunia Sarankan Indonesia Tetap Pakai Data Resmi BPS untuk Ukur Kemiskinan

Lebih lanjut, Ateng membeberkan, peran komoditas makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 74,58%, lebih besar bila dibandingkan komoditas bukan makanan yakni 25,42%.

Selanjutnya: Tabrak Biawak, Kereta Cepat Whoosh Alami Keterlambatan 40 Menit

Menarik Dibaca: Secret Garden Buka Gerai Experience Store di Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×