Reporter: Dendi Siswanto, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Angka kemiskinan Indonesia yang dilaporkan World Bank memicu pertanyaan publik. Pasalnya, jumlah penduduk miskin RI melonjak signifikan jika diukur berdasarkan garis kemiskinan internasional berdasarkan laporan tersebut.
Dari data World Bank, angka kemiskinan Indonesia naik dari 15,6% menjadi 19,9% pada garis negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income class) dan dari 60,3% menjadi 68,3% pada garis negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income class).
Tapi, dalam laporan bertajuk Updated Global Poverty Lines: Indonesia, World Bank menegaskan ini bukan berarti kemiskinan di Indonesia benar-benar meningkat. Melainkan karena ambang batas kemiskinan global yang dinaikkan.
Baca Juga: Luhut: Revisi Standar Garis Kemiskinan Nasional Tunggu Persetujuan Presiden Prabowo
World Bank menyebut, bagi negara berpenghasilan menengah, peningkatan garis kemiskinan menunjukkan banyak negara lebih ambisius dalam mendefinisikan standar hidup minimum.
Akibatnya, sebagian besar negara mengalami peningkatan tingkat kemiskinan internasional karena ambang batas lebih tinggi.
Sebagai informasi, World Bank mengubah metode penghitungan garis kemiskinan dari standar purchasing power parity (PPP) 2017 ke PPP 2021.
Setelah revisi ini, garis kemiskinan negara berpendapatan rendah naik dari US$ 2,15 jadi US$ 3 per orang per hari (sekitar Rp 546.400 per orang per bulan).
Sedang garis kemiskinan negara berpendapatan menengah bawah naik dari semula US$ 3,65 menjadi US$ 4,2 per orang per hari (atau sekitar Rp 765.000 per orang per bulan).
Baca Juga: Pemerintah akan Merevisi Batas Garis Kemiskinan Indonesia, Ini Bocorannya
Garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas termasuk Indonesia, naik dari US$ 6,85 menjadi US$ 8,3 per orang per hari (Rp 1,51 juta per orang per bulan).
Perlu revisi
Sedang garis kemiskinan nasional yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS), yakni Rp 595.242 per kapita per bulan. Dengan rata-rata anggota rumah tangga miskin sebesar 4,71 orang, maka total pengeluaran minimum satu keluarga miskin mencapai Rp 2,8 juta per bulan.
Untuk kepentingan kebijakan nasional, World Bank menyarankan Indonesia tetap menggunakan garis kemiskinan dan data resmi BPS.
Data ini dinilai paling sesuai untuk merancang program perlindungan sosial, bantuan langsung, serta kebijakan pengentasan kemiskinan.
Tapi Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Agung Pardini menilai, Indonesia tetap perlu merevisi standar garis kemiskinan. Selain karena tidak pernah diubah sejak 1998, juga untuk menyesuaikan dengan pembaruan World Bank.
Baca Juga: BPS Klaim Perhitungan Garis Kemiskinan Indonesia Cerminkan Kebutuhan Riil Masyarakat
Hitungan IDEAS, menggunakan garis kemiskinan kabupaten atau kota yang lebih tinggi, jumlah penduduk miskin diperkirakan bisa mencapai 40 juta jiwa, sekitar 14,35% dari total populasi.
Dalam simulasi ini, penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 632.000 per kapita per bulan.
"Angka ini sebenarnya juga jauh dari garis kemiskinan yang ideal. Jika angka ini misal dijadikan sebagai patokan kelompok miskin ekstrem, maka sekurang-kurangnya garis kemiskinan nasional bisa berada di Rp 758.000 per bulan," kata Agung.
Dalam skenario tersebut, garis kemiskinan rumah tangga mencapai Rp 3,5 juta per bulan.
Baca Juga: Penurunan Penduduk Miskin di September 2024 Karena Garis Kemiskinan Naik
Jika garis kemiskinan dinaikkan, dampaknya akan signifikan terhadap anggaran negara, terutama terkait bantuan sosial. Perlu ada prioritas penyaluran bantuan sosial, yaitu ke kelompok miskin paling rentan dan terdampak.
Selanjutnya: Yuk Kenali Sejarah Singkat dan Sistem Penilaian Film di Rotten Tomatoes
Menarik Dibaca: Yuk Kenali Sejarah Singkat dan Sistem Penilaian Film di Rotten Tomatoes
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News