kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.782   14,00   0,09%
  • IDX 7.495   15,66   0,21%
  • KOMPAS100 1.160   5,20   0,45%
  • LQ45 920   6,64   0,73%
  • ISSI 226   -0,42   -0,18%
  • IDX30 475   4,07   0,87%
  • IDXHIDIV20 573   5,09   0,90%
  • IDX80 133   0,84   0,63%
  • IDXV30 140   1,19   0,85%
  • IDXQ30 158   1,00   0,64%

Biaya Investasi (ICOR) Masih Tinggi, Ekonom Sebut Target Ekonomi 8% Sulit Terwujud


Minggu, 22 September 2024 / 14:10 WIB
Biaya Investasi (ICOR) Masih Tinggi, Ekonom Sebut Target Ekonomi 8% Sulit Terwujud
ILUSTRASI. Pekerja beraktivitas di ketinggian dalam perawatan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (10/9/2024). . (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Biaya investasi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) di tanah air masih terbilang mahal. Hal ini yang juga menyebabkan ekonomi Indonesia masih terjebak di level 5%.

Untuk diketahui, ICOR merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien juga untuk menghasilkan output tertentu.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mencatat, ICOR Indonesia pada 2023 tercatat sebesar 6,5 pada 2023. Tingginya ICOR di Indonesia akibat biaya ekonomi yang tinggi, masih adanya korupsi dan perencanaan yang buruk.

Ia memperkirakan, dengan ICOR 6,5, bila pemerintahan baru berambisi ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi 8%, maka dibutuhkan investasi Rp 12.480 triliun, atau setara dengan 52% dari produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga: Ekonom Maybank: Pertumbuhan ekonomi harus didasarkan pada sektor manufaktur

Investasi tersebut bisa bersumber dari investasi pemerintah, swasta dalam negeri, dan juga investasi luar negeri atau Foreign Direct Investment (FDI). Akan tetapi, Wija menilai untuk mencapai target investasi tersebut sulit dicapai.

 “Agak sulit mengharapkan FDI berkualitas bisa mengalir dalam waktu dekat dalam jumlah besar. Kalau pun mengucur, pasti di sektor-sektor yang kurang berkualitas, seperti sumber daya alam (SDA), infrastruktur dan lainnya, yang ini tidak memberikan multiplier effect besar,” tutur Wija kepada Kontan, Minggu (22/9).

Ia menambahkan, bila ingin investasi yang masuk bisa berkualitas dan mendorong perekonomian secara maksimal, maka investasi yang masuk harus pada sektor industri, khususnya industri manufaktur.

Lebih lanjut, Wija memperkirakan dengan ICOR 6,5, setidaknya pertumbuhan ekonomi yang realistis untuk dicapai hanya di kisaran 5% hingga 5,2% saja. Ia menyampaikan, jangan memaksakan ambisi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Akan tetapi, pemerintah bisa fokus pada pertumbuhan yang berkualitas agar lambat laun menjadi meningkat pertumbuhannya.

“Fokus pada kualitas pertumbuhan, jadikan manufaktur dan pertanian sebagai motor pertumbuhan, sudah lama tidak mendapatkan perhatian dan prioritas,” tambahnya.

Baca Juga: Banyak Proyek Infrastruktur Era Jokowi, Pengamat Beberkan PR Pemerintahan Prabowo

Menurutnya, apabila pemerintah masih fokus pada investasi di infrastruktur, properti mewah, serta mineral dan batubara, maka akan sulit pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk  terus tumbuh. Hal ini mengingat, cadangan mineral dan batubara di Indonesia kecil secara nominal apalagi per kapita.

“Sejarah membuktikan, negara dengan penduduk besar harus melewati fase industrialisasi sebelum menjadi kaya dan bisa fokus ke jasa,” ungkapannya.

Disamping itu, menurunkan ICOR juga menjadi penting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Untuk menurunkan ICOR Wija menyarankan agar perencanaan proyek harus matang, pastikan punya multiplier effect ekonomi yang tinggi, dan harus  fokus pada proyek yang dibutuhkan bukan diinginkan.

Kemudian, mark up proyek dihilangkan, ekonomi biaya tinggi ditekan, kualitas dan efisiensi logistik diperbaiki, pendanaan proyek harus kompetitif sehingga murah, serta regulasi disederhanakan.

“Menurunkan ICOR perlu waktu panjang dan konsistensi kebijakan dan eksekusi,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×