kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Maybank: Pertumbuhan ekonomi harus didasarkan pada sektor manufaktur


Senin, 11 Maret 2019 / 20:37 WIB
Ekonom Maybank: Pertumbuhan ekonomi harus didasarkan pada sektor manufaktur


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industrialisasi menjadi isu yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tanpa perbaikan pertumbuhan pada sektor manufatkur, ekonomi Indonesia diproyeksi sulit tumbuh menembus kisaran 5%.

Kepala Ekonom Maybank Investment Suhaimi Ilias mengatakan, dua faktor utama yang dapat mendorong perekonomian Indonesia adalah kinerja ekspor dan sektor manufaktur. Ia menilai, sektor manufaktur Indonesia selama ini jauh tertinggal dari negara-negara di Asia Tenggara lainnya.

"Perekonomian Indonesia selama ini mengandalkan eksploitasi pada sektor pertambangan dan pada saat yang sama memanfaatkan potensi penduduk yang besar (konsumsi). Sementara, negara-negara lain sudah tumbuh dengan sektor manufaktur yang lebih kukuh," ujar Suhaimi saat ditemui Kontan.co.id selepas acara Maybank Economic Outlook 2019, Senin (11/3).

Seperti yang diketahui, industri pengolahan atau manufaktur merupakan salah satu sektor usaha penghasil barang untuk ekspor. Namun, sektor manufaktur hanya tumbuh 4,27% tahun lalu, di bawah pertumbuhan ekonomi nasional 5,17%.

Sektor manufaktur juga merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi, namun kontribusinya terhadap ekonomi terus menyusut dari tahun ke tahun mencapai 19,86% pada 2018.

Perbaikan sektor manufaktur, menurut Suhaimi, akan sangat berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia. Kinerja ekspor yang membaik lantas akan membantu menekan defisit transaksi berjalan (CAD) yang telah mencapai 2,98% dari PDB pada tahun lalu.

"Menurunkan CAD dengan mengurangi impor itu hanya bersifat jangka pendek karena kita tetap butuh impor untuk jaga laju pertumbuha ekonomi. Yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan ekspor, terutama dari sektor pembuatan (manufaktur)," kata Suhaimi.

Senada, Direktur Eksekutif PT Nielsen Indonesia Yongky Susilo berpendapat, impor bahan baku dan barang modal maupun barang konsumsi yang relatif tinggi tahun lalu justru memuluskan perputaran ekonomi pengusaha dan turut mendorong konsumsi.

Lantas, pengurangan impor jelas bukan mantra mujarab untuk menyelamatkan Indonesia dari kondisi defisit kembarnya saat ini, yakni defisit transaksi berjalan dan defisit neraca dagang.

"Peningkatan impor menunjukkan kalau ekonomi kita back to business meski memang kita jadi harus menghadapi CAD. Tapi kalau diperhatikan betul, isu utama CAD bukan pada impor tapi pada ekspor yang terus melemah," kata Yongky, Senin (11/3).

Tahun lalu, pertumbuhan ekspor sepanjang tahun hanya mencapai 6,48%. Sementara, impor melaju lebih tinggi dengan pertumbuhan 12,04%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×