kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Apindo: Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 6%-7% Jika Biaya Investasi Masih Tinggi


Senin, 29 Juli 2024 / 15:59 WIB
Apindo: Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 6%-7% Jika Biaya Investasi Masih Tinggi
ILUSTRASI. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyampaikan, saat ini ICOR Indonesia masih cukup tinggi yakni 6,8%, atau tidak kompetitif dengan negara di Kawasan Asean yang ICOR-nya di kisaran 4% hingga 5%.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi 6% hingga 7% jika biaya investasi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) masih tinggi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyampaikan, saat ini ICOR Indonesia masih cukup tinggi yakni 6,8%, atau tidak kompetitif dengan negara di Kawasan Asean yang ICOR-nya di kisaran 4% hingga 5%.

Kondisi ICOR yang masih tinggi tersebut, kata Shinta, akan menghambat investasi yang masuk, dan pada muaranya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, setiap 1% pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) membutuhkan 6,8% kenaikan investasi.

Nah jika pemerintah menargetkan pertumbuhan 6% hingga 7%, maka dibutuhkan rasio investasi terhadap PDB sekitar 41% hingga 47%. Sementara itu, pada 2023 rasio investasi RI baru mencapai 29,9% terhadap PDB.

“ICOR kita masih tinggi, dan kita harus meningkatkan efisiensi. Ini menjadi PR bagi pemerintah untuk membantu biar kita bisa mencapai pertumbuhan yang optimal,” tutur Shinta dalam agenda Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024, Senin (29/7).

Baca Juga: Naikkan Credit Rating, Probowo Ingin Biaya Utang Bisa Lebih Murah

Shinta menyampaikan, untuk meningkatkan efisiensi usaha universal, seperti efisiensi biaya keuangan atau suku bunga, biaya kepatuhan atau birokrasi, biaya kepastian hukum, biaya energi, listrik, tenaga kerja dan lainnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Theopita Tampubolon mengakui memang saat ini masih banyak kebijakan birokrasi yang justru menghambat aliran investasi yang masuk.

“Untuk itu, saat ini pemerintah sedang merevisi PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang perizinan berusaha berbasis risiko, yang mana reform yang ada nanti kita akan menerapkan, seperti berapa lama waktu perizinan dasar, baik, izin lokasi, atau persetujuan lingkungan,” jelasnya.

Ia berharap dengan adanya revisi Perpres tersebut, akan ada kejelasan bagi pelaku usaha untuk mengestimasikan berapa lama mereka akan menunggu perizinan berusahanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×