Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali menekankan penggunaan lindung nilai atau hedging. Upaya hedging adalah upaya yang sangat penting karena kaitannya dengan risiko nilai tukar rupiah.
Apabila perusahaan tidak bisa mengelola nilai tukarnya dengan baik, maka dapat menimbulkan kerugian.
Apalagi, kondisi global saat ini tidak bersahabat bagi rupiah, di mana dollar Amerika Serikat (AS) teurs mengalami penguatan. "Ke depan periode terus dollar akan menguat," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Juda Agung, Kamis (7/5).
Alhasil, transaksi hedging sangat penting karena akan ada penguatan dollar secara teratur dalam jangka menengah.
Berdasarkan survei terakhir yang dilakukan BI pada semester pertama 2014, pelaku yang melakukan hedging baru 6,5%. Sementara 47% adalah pelaku non hedging yang mempunyai pendapatan dalam rupiah dengan nilai ULN US$ 16,6 miliar.
Selebihnya yaitu 26,5% adalah pelaku non hedging yang pendapatannya dalam valuta asing (valas) karena melakukan ekspor dengan nilai ULN mencapai US$ 17,5 miliar.
Selain ULN swasta, yang juga perlu diwaspadai adalah porsi asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai level 38%.
Kalau ekonomi dunia sedang ada gejolak dan investor yang memegang SBN melepas utangnya maka dia akan mengambil dollarnya untuk dibawa pulang. Hal ini yang akan membuat permintaan dollar tinggi dan ekonomi Indonesia menjadi tidak stabil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News