Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan efektivitas transmisi kebijakan moneternya dengan memperluas instrumen operasi moneter valuta asing.
Langkah tersebut mencakup transaksi jual beli tunai dan kontrak pertukaran valuta (swap) antara rupiah dengan Chinese Yuan (CNY) atau renminbi serta Japanese Yen (JPY).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing, sekaligus penguatan kerangka transaksi mata uang lokal (local currency transaction/LCT).
Baca Juga: Kanwil DJP Jakarta Selatan I Blokir 37 Rekening Penunggak Pajak Rp480 Miliar
“Dengan demikian, rencana operasi moneter dalam yuan dan yen bukan kebijakan yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari kerangka besar pendalaman pasar keuangan yang sudah digariskan dalam cetak biru pengembangan pasar uang dan valuta asing,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (23/11/2025).
Ia mencatat bahwa selama beberapa tahun terakhir BI telah konsisten memperkuat fondasi penggunaan mata uang lokal lewat kerja sama transaksi LCT dengan China dan Jepang, selain Malaysia dan Thailand.
Penggunaan mata uang lokal terus didorong secara bertahap untuk menjaga stabilitas rupiah, mengurangi ketergantungan terhadap mata uang tertentu, menekan risiko nilai tukar, sekaligus memperdalam pasar keuangan berbasis mata uang lokal.
Keunggulan: Kurangi Ketergantungan pada Dolar
Josua menyebut operasi moneter dalam yuan dan yen berpotensi mengurangi ketergantungan struktural pada dolar Amerika Serikat (AS).
Padahal, banyak transaksi perdagangan dan investasi dengan China dan Jepang sebenarnya dapat diselesaikan langsung menggunakan rupiah–yuan atau rupiah–yen.
Baca Juga: Kemenkeu Tegaskan Tak Ada Tarif Cukai Khusus untuk Rokok Ilegal
“Namun dalam praktiknya, transaksi tersebut masih sering menggunakan dolar sebagai mata uang perantara,” jelasnya.
Keunggulan lain adalah semakin dalamnya pasar valuta asing dan pasar uang domestik. Dengan instrumen yang lebih beragam, pembentukan harga menjadi lebih efisien, dan likuiditas transaksi rupiah–yuan serta rupiah–yen dapat meningkat—baik untuk transaksi spot, forward, maupun lindung nilai (hedging).
Perbankan dan korporasi yang memiliki kewajiban atau tagihan dalam yuan dan yen juga akan diuntungkan karena dapat mengelola risiko nilai tukar di dalam negeri dengan dukungan langsung dari BI, tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pasar luar negeri.
Risiko: Kedalaman Pasar Masih Minim
Meski demikian, Josua mengingatkan sejumlah potensi kelemahan dan risiko.
Pertama, kedalaman pasar rupiah–yuan dan rupiah–yen masih jauh lebih rendah dibandingkan rupiah–dolar.
Kedua, terdapat risiko kebijakan dari negara mitra. Yuan masih dalam rezim nilai tukar yang dikendalikan ketat, sementara yen sering menjadi tujuan pelarian dana (safe haven) ketika terjadi gejolak global.
Baca Juga: Dirjen Pajak Revisi PP 55/2022, Awasi Ketat Praktik Pemecahan Usaha demi PPh 0,5%
“Perubahan kebijakan atau gejolak di kedua negara dapat mempengaruhi volatilitas pasangan rupiah–yuan dan rupiah–yen, sehingga menambah kompleksitas pengelolaan risiko bagi BI maupun perbankan,” ujar Josua.
Ketiga, pengelolaan cadangan devisa BI akan menjadi lebih kompleks karena harus tetap memenuhi prinsip keamanan, kecukupan likuiditas, dan optimalisasi imbal hasil.
Keempat, efektivitas kebijakan hanya akan optimal jika pelaku usaha benar-benar memanfaatkan instrumen tersebut.
Dampak ke Rupiah: Jangka Pendek Terbatas, Jangka Menengah Lebih Kuat
Dari sisi dampak terhadap rupiah, Josua menegaskan bahwa efeknya perlu dibedakan antara jangka pendek dan jangka menengah.
Dalam jangka pendek, stabilitas rupiah terhadap dolar masih sangat dipengaruhi faktor global, seperti kebijakan suku bunga bank sentral utama dan sentimen investor terhadap emerging market.
Baca Juga: Baru 21,6% Wajib Pajak Aktivasi Coretax, Ditjen Pajak Dorong Percepatan
Pada tahap awal, perluasan operasi moneter dalam yuan dan yen terutama akan memperkuat kesiapan BI dalam mengelola likuiditas dan volatilitas di pasangan rupiah–yuan dan rupiah–yen serta mendukung implementasi transaksi mata uang lokal.
Dampaknya ke pergerakan rupiah terhadap dolar masih akan terbatas.
Namun, dalam jangka menengah, jika porsi transaksi perdagangan dan investasi yang diselesaikan dalam rupiah–yuan dan rupiah–yen meningkat, kebutuhan struktural terhadap dolar dalam transaksi dengan China dan Jepang akan menyusut.
“Artinya, ketika dolar menguat tajam, tekanan depresiasi terhadap rupiah dapat lebih teredam karena sebagian arus pembayaran luar negeri tidak lagi melewati dolar,” pungkas Josua.
Selanjutnya: Dapen BCA Sebut Tidak Pernah Menerima Special Rate Dalam Menempatkan Dana di Deposito
Menarik Dibaca: Cara Mengaktifkan Fitur Facebook Pro, Ikuti Langkah Demi Langkah Berikut Ini Ya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













