kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.462.000   9.000   0,37%
  • USD/IDR 16.663   -15,00   -0,09%
  • IDX 8.660   40,02   0,46%
  • KOMPAS100 1.192   10,20   0,86%
  • LQ45 848   1,27   0,15%
  • ISSI 313   2,80   0,90%
  • IDX30 434   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 501   -0,35   -0,07%
  • IDX80 134   1,11   0,84%
  • IDXV30 138   1,59   1,16%
  • IDXQ30 138   -0,09   -0,07%

Dirjen Pajak Revisi PP 55/2022, Awasi Ketat Praktik Pemecahan Usaha demi PPh 0,5%


Minggu, 23 November 2025 / 16:06 WIB
Diperbarui Minggu, 23 November 2025 / 20:01 WIB
Dirjen Pajak Revisi PP 55/2022, Awasi Ketat Praktik Pemecahan Usaha demi PPh 0,5%
ILUSTRASI. DJP Kemenkeu revisi PP 55/2022, perketat pengawasan PPh final 0,5% untuk cegah pemecahan usaha. Simak aturan baru dan dampaknya.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Revisi ini akan dibarengi dengan sistem pengawasan yang jauh lebih ketat, terutama untuk mencegah praktik pemecahan usaha (form splitting) yang kerap dilakukan demi tetap menikmati insentif pajak penghasilan (PPh) final 0,5%.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa pihaknya kini mengandalkan pemadanan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk mengidentifikasi keterkaitan antar wajib pajak.

Baca Juga: Ditjen Pajak Raih Rp11,48 Triliun dari Wajib Pajak Penunggak Besar

"Tentu ini basisnya adalah pemadanan NIK-NPWP dan juga NIB. Jadi kita tidak ada masalah dengan itu, sistem internal kami sudah bisa mendetect," kata Bimo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Selain itu, revisi PP 55/2022 juga akan memasukkan anti-avoidance rule yang secara khusus ditujukan menutup ruang form splitting.

Salah satunya melalui penjumlahan omzet antara Wajib Pajak Orang Pribadi dan Perseroan Perorangan yang terkait.

Baca Juga: Baru 21,6% Wajib Pajak Aktivasi Coretax, Ditjen Pajak Dorong Percepatan

"Untuk menghindari fenomena form splitting atau pemecahan usaha caranya gimana? Kalau peredaran bruto wajib pajak orang pribadi, kemudian wajib pajak perusahaan perseorangan, itu sudah dijumlahkan itu mencapai Rp 4,8 miliar setahun, maka mereka tidak bisa lagi menggunakan PPh 0,5%," katanya.

Bimo juga menegaskan bahwa skema PPh Final 0,5% tidak lagi dapat diajukan oleh wajib pajak badan seperti CV, PT, dan firma untuk permohonan baru.

Badan usaha tersebut harus kembali menggunakan pembukuan dan menghitung PPh terutang dengan tarif normal PPh Pasal 17.

Selanjutnya: AAUI Dorong Asuransi Umum Kembangkan Produk Asuransi Mikro untuk UMKM

Menarik Dibaca: Cara Mengaktifkan Fitur Facebook Pro, Ikuti Langkah Demi Langkah Berikut Ini Ya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×