Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
Terpisah, Ekonom bank Permata bilang keputusan BI tepat mengingat potensi risiko global dan domestik yang akan dihadapi ekonomi Indonesia pada tahun ini. Risiko dari domestik berasal dari dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi meskipun dampak inflasi tersebut tidak permanen.
"Suku bunga acuan BI dipertahankan untuk menjaga stabilitas harga/inflasi sedemikian sehingga akan tetap mendukung daya beli masyarakat," kata Josua kepada KONTAN.
Dia melanjutkan selain risiko tekanan inflasi domestik BI juga perlu menjaga stabilitas rupiah serta mengantisipasi dampak ketidakpastian pasar keuangan global di tengah kebijakan-kebijakan ekonomi AS, isu geopolitik di eropa yang berpotensi memicu ketidakpastian global.
"Dan yang terkini adalah testimony dari Yellen bahwa tidak akan lama lg mempertahankan stance kebijakan yg akomodatif yang pada akhirnya mendorong penguatan dollar AS," papar Joshua.
Meskipun demikian kata Josua, suku bunga kebijakan saat ini masih mendukung pemulihan ekonomi dalam negeri. Kondisi sektor perbankan juga membaik dengan NPL pada Desember 2016 tercatat 2,9%, serta peningkatan fungsi intermediasi bank terindikasi dari ekspektasi pertumbuhan kredit yg meningkat pada thn ini.
"Mengingat terbatasnya ruang pelonggaran moneter, saya pikir BI akan optimalkan kebijakan makroprudential untuk dorong growth," imbuh Josua.
Josua menambahkan, yang tergolong netral namun bias itu masih akan tetap membantu stabilitas rupiah mengantisipasi kenaikan suku bunga AS yg berpotensi mendorong rally dollar AS apalagi kondisi di major currency sterling dan Euro juga belum pasti di tengah proses Brexit serta ketidakpastian jelang pemilu Eropa.
" Dengan memperkuat cadangan devisa serta mempertahankan suku bunga kebijakan diharapkan masih akan menarik minat investor asing pada aset-aset rupiah," pungkas Joshua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News