Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Setelah melalui pelbagai pertimbangan perekonomian Indonesia di kuartal IV 2016. Bank Indonesia setelah melalui rapat dewan gubernur yang dilakukan 14-16 Februari memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%.
Kata Agus D.Martowardojo pada keterangan persnya, Kamis (16/2) pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga.
"Dari kajian yang kita lakukan selama dua hari, ekonomi Indonesia dalam keadaan terjaga. Stabilitas terjaga dan ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang membaik," kata Agus, Kamis.
Agus melanjutkan, pertimbangan tetap mempertahankan BI rate karena masih mewaspadai sejumlah risiko. Walhasil arah kebijakan moneter Bank Indonesia di Februari 2017 akan tetap berhati-hati akomodatif.
Karena melihat arah kebijakan AS dan risiko geopolitik di Eropa, maupun dari dalam negeri terutama terkait dengan dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi. Namun Agus menyatakan Bank Indonesia masih melihat kemungkinan di FOMC pada Maret akan bisa dinaikkan fund rate nya.
"Tentu hal ini menjadi perhatian kita. Sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai. Rencana ekspansi kebijakan fiskal pemerintah AS di tengah sinyal pengetatan kebijakan moneter dapat mendorong penguatan mata uang AS dan penyesuaian suku bunga yang lebih cepat. Kita akan menyimak apa akan ada peningkatan fed lebih awal. Sementara ini kita masih merasa akan naik dua kali dan kalau fed meningkat tentu itu faktor yang kita perhatikan," jelas Agus.
Bank Indonesia juga memperhatikan kemungkinan kebijakan fiskal yang akan jauh lebih agresif sehingga membutuhkan pembiayaan yang besar dan juga kebijakan moneternya.
"Kami melihat rencana relaksasi regulasi terkait sistem keuangan, dan bagaimana kebijakan perdagangannya. Hal seperti ini akan berdampak pada stabilitas keuangan dunia dan berdampak kepada Indonesia," papar Agus.
Agus mengatakan, BI tengah memperkuat koordinasi dengan pemerintah ihwal waktu yang tepat untuk menaikkan administ prices seperti tarif listrik dan BBM. Sehingga bisa diseimbangkan dengan harga pangan strategis yang terjaga.
"Kalau ada risiko inflasi karena penyesuaian subsidi kita harapkan agar itu dilakukan dengan komitmen kita bisa menjaga harga dari harga pangan strategis dapat terjaga di bawah 4-5 % di 2017,"imbuh Agus.
Dengan asumsi kondisi ekonomi domestik membaik yang didorong Neraca Pembayaran Indonesia 2016 yang surplus 12,1 miliar dolar AS, dan realisasi pertumbuhan ekonomi 2016. Maka Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh di rentang 5-5,4 %.
"Saya melihat arah pertumbuhan ekonomi akan berada di sedikit bawah pertengahan rentang 5-5,4 %," pungkas Agus
Terpisah, Ekonom bank Permata bilang keputusan BI tepat mengingat potensi risiko global dan domestik yang akan dihadapi ekonomi Indonesia pada tahun ini. Risiko dari domestik berasal dari dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi meskipun dampak inflasi tersebut tidak permanen.
"Suku bunga acuan BI dipertahankan untuk menjaga stabilitas harga/inflasi sedemikian sehingga akan tetap mendukung daya beli masyarakat," kata Josua kepada KONTAN.
Dia melanjutkan selain risiko tekanan inflasi domestik BI juga perlu menjaga stabilitas rupiah serta mengantisipasi dampak ketidakpastian pasar keuangan global di tengah kebijakan-kebijakan ekonomi AS, isu geopolitik di eropa yang berpotensi memicu ketidakpastian global.
"Dan yang terkini adalah testimony dari Yellen bahwa tidak akan lama lg mempertahankan stance kebijakan yg akomodatif yang pada akhirnya mendorong penguatan dollar AS," papar Joshua.
Meskipun demikian kata Josua, suku bunga kebijakan saat ini masih mendukung pemulihan ekonomi dalam negeri. Kondisi sektor perbankan juga membaik dengan NPL pada Desember 2016 tercatat 2,9%, serta peningkatan fungsi intermediasi bank terindikasi dari ekspektasi pertumbuhan kredit yg meningkat pada thn ini.
"Mengingat terbatasnya ruang pelonggaran moneter, saya pikir BI akan optimalkan kebijakan makroprudential untuk dorong growth," imbuh Josua.
Josua menambahkan, yang tergolong netral namun bias itu masih akan tetap membantu stabilitas rupiah mengantisipasi kenaikan suku bunga AS yg berpotensi mendorong rally dollar AS apalagi kondisi di major currency sterling dan Euro juga belum pasti di tengah proses Brexit serta ketidakpastian jelang pemilu Eropa.
" Dengan memperkuat cadangan devisa serta mempertahankan suku bunga kebijakan diharapkan masih akan menarik minat investor asing pada aset-aset rupiah," pungkas Joshua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News