kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,31   14,00   1.54%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berbiaya tinggi, SBN ritel dikurangi


Jumat, 25 November 2016 / 11:12 WIB
Berbiaya tinggi, SBN ritel dikurangi


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pemerintah akan menurunkan porsi kepemilikan ritel dalam surat berharga negara (SBN) tahun depan. Langkah itu dilakukan agar penerbitan SBN lebih efisien.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan mengatakan, tahun depan, pihaknya hanya akan menerbitkan dua kali SBN ritel, yaitu Obligasi Ritel (ORI) dan sukuk ritel (Sukri). Sementara saving bond ritel (SBR) dan sukuk tabungan yang baru pertama diterbitkan tahun ini, tidak akan diterbitkan.

Menurut Robert, SBN ritel membutuhkan biaya cukup besar, namun meningkatkan inklusi keuangan, mengingat jenis inilah yang hanya bisa dibeli masyarakat. "Tapi kami menimbang cost-nya," katanya  usai Investor Gathering di The Westin Hotel Jakarta, Kamis (24/11). Di 2017, masih terbuka kemungkinan penerbitan SBR dan sukuk tabungan.

Robert menyatakan, besaran penerbitan ORI dan sukri pada tahun depan masih belum dipastikan. Meski demikian, ia melihat kemungkinan target indikatif penerbitan tahun depan tidak berbeda jauh dengan target indikatif penerbitan di tahun ini. "Mungkin sekitar Rp 20 triliun-Rp 20 triliun, sehingga (totalnya sekitar) Rp 40 triliun, kombinasi ORI dan sukri," tambahnya.

Total penerbitan SBN gross tahun depan Rp 597 triliun untuk menutup defisit APBN 2017 sebesar Rp 330,2 triliun atau 2,41% dari produk domestik bruto (PDB).

Meski SBR dan sukuk tabungan tak diterbitkan tahun depan, Robert yakin, obligasi pemerintah masih diminati. Berkaca pengalaman tahun ini, rata-rata penawaran yang masuk Rp 18,81 triliun, lebih tinggi dibandingkan penawaran yang masuk tahun lalu yang Rp 14,05 triliun.

Menurut Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, penurunan obligasi ritel negara dilakukan untuk menghindari perebutan dana antara perbankan dan pemerintah. Sebab, kelompok ritel selama ini menaruh uangnya di perbankan. Pemerintah seharusnya lebih mengandalkan pembiayaan domestik di tengah kondisi ekonomi yang belum tumbuh dengan baik. Sebab, investor asing juga tengah diperebutkan, terutama oleh negara pengutang terbesar, yaitu AS.

Jika pemerintah ingin mengandalkan pembiayaan domestik, pemerintah bisa bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) dalam hal likuiditas. Jika kerjasama dilakukan, tidak perlu khawatir perebutan likuiditas sebab perbankan akan mendapatkan banyak fasilitas dari bank sentral.

Untuk menghindari tarik menarik likuiditas dengan perbankan, pemerintah masih bisa mengandalkan utang dari asing. "Walau biayanya lebih mahal tetapi potensi terserap lebih besar," kata Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×