kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.918.000   12.000   0,63%
  • USD/IDR 16.387   -28,00   -0,17%
  • IDX 7.648   29,73   0,39%
  • KOMPAS100 1.064   -0,39   -0,04%
  • LQ45 804   -1,35   -0,17%
  • ISSI 256   0,28   0,11%
  • IDX30 416   -0,53   -0,13%
  • IDXHIDIV20 476   -0,92   -0,19%
  • IDX80 120   -0,04   -0,03%
  • IDXV30 123   0,15   0,12%
  • IDXQ30 132   -0,48   -0,36%

Aturan Baru Industri Tembakau Picu Kekhawatiran Buruh terhadap PHK dan Rokok Ilegal


Selasa, 29 Juli 2025 / 21:49 WIB
Aturan Baru Industri Tembakau Picu Kekhawatiran Buruh terhadap PHK dan Rokok Ilegal
ILUSTRASI. Suasana Pabrik Roko Raka Dimas Santoso merek roko Kabul di Desa Paokmotong, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (11/12/2024). Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai kritik dari kalangan pekerja.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur Industri Hasil Tembakau (IHT) kembali menuai kritik dari kalangan pekerja.

Lantaran regulasi tersebut dinilai mengancam kesejahteraan buruh yang selama ini menggantungkan hidupnya di sentra produksi tembakau nasional. 

Sejumlah pokok persoalan yang dipermasalahkan di antaranya adalah: Pertama, pelarangan iklan dan penyeragaman kemasan: Produk tembakau diwajibkan menggunakan kemasan polos tanpa identitas merek, yang dinilai bisa mendorong peredaran rokok ilegal.

Kedua, pembatasan radius penjualan: Aturan ini membatasi distribusi produk tembakau, sehingga mengganggu rantai pasok dan penjualan.

Ketiga, Minimnya pelibatan publik: Proses penyusunan PP dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan pelaku industri, petani, dan buruh

Baca Juga: Pelaku Industri Minta Pemerintah Moratorium Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) Jawa Tengah, Subaan Abdul Rahman meminta pemerintah melakukan deregulasi pasal-pasal terkait tembakau dalam PP 28/2024.

Subaan mengidentifikasi tiga dampak utama yang dikhawatirkan muncul akibat kebijakan ini. 

Di antaranya penurunan produksi rokok legal, melemahnya daya beli masyarakat, dan meningkatnya peredaran rokok ilegal.

"Oleh karena itu, sudah seharusnya peraturan yang memberatkan seperti pasal-pasal tembakau di PP 28/2024 itu dibatalkan,” kata Subaan dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).

Ia juga menyoroti efek domino dari beberapa ketentuan dalam PP 28/2024, seperti larangan penjualan dalam radius 200 meter dan larangan iklan rokok di media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). 

Baca Juga: Menakar Tantangan Dirjen Bea Cukai yang Baru di Industri Hasil Tembakau

Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya akan memukul industri tembakau, tetapi juga berdampak luas terhadap petani tembakau, pekerja, dan pengusaha UMKM di sektor hilir.

Gambaran kekhawatiran ini menjadi penting mengingat belum lama ini Jawa Tengah terkena badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang besar dengan kasus PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). 

Putusan Pengadilan Negeri Niaga Semarang menyatakan perusahaan itu pailit dan membuat 10.969 orang kehilangan pekerjaan pada Maret lalu.

PHK massal ini juga berdampak pada ekonomi wilayah sekitar pabrik, termasuk hilangnya mata pencaharian bagi pedagang, pemilik kos, dan pelaku usaha kecil lainnya di sekitar pabrik.

Lebih lanjut, Subaan mengingatkan tentang kondisi peredaran rokok ilegal yang semakin luas.

Berdasarkan data, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak melonjak dari 253,7 juta batang pada 2023 menjadi 710 juta batang pada 2024. Ia menilai tren ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang terlalu menekan industri legal justru membuka ruang bagi pasar gelap.

Baca Juga: Gappri Dorong Deregulasi Aturan Industri Hasil Tembakau (IHT)

“Ini nanti saya akan usulkan di pimpinan pusat agar Bea Cukai atau Menteri Keuangan, supaya rokok ilegal itu nanti benar-benar bisa diberantas, dan kita dari Serikat Pekerja juga siap membantu kalaupun perlu bantuan seperti itu,” ungkapnya.

Sebagai langkah konkret, FSP-RTMM-SPSI menginisiasi gerakan yang melibatkan seluruh struktur serikat pekerja dari tingkat unit kerja hingga pusat.

Gerakan ini bertujuan menyuarakan aspirasi pekerja secara kolektif kepada para pengambil kebijakan, seperti Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan, dan DPRD setempat.

“Semua serikat pekerja khususnya RTMM dari mulai PUK (Pimpinan Unit Kerja) sampai ke tingkat pusat ini nanti akan berkirim surat baik ke DPRD, ke Menteri Keuangan, sampai ke Pak Presiden,” pungkas Subaan.

Sebelumnya Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono ikut menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif yang mendapat banyak kritik dari asosiasi petani tembakau. 

Bambang mengatakan regulasi warisan dari pemerintah periode sebelumnya ini memiliki banyak persyaratan yang justru memberatkan petani, produsen, konsumen dan pedagang industri hasil tembakau.

Baca Juga: Legislator Soroti Dampak Ekonomi PP 28/2024 terhadap Industri Tembakau

"Dengan adanya aturan-aturan baru dalam PP 28/2024 yang dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya, banyak persyaratan yang justru makin memberatkan konsumen perokok dan juga pedagang rokok itu sendiri," kata Bambang.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Serikat Pekerja Minta Pemerintah Deregulasi PP 28/2024, Khawatir Terjadinya PHK Massal, 

Selanjutnya: PT JIEP dan Pemerintah Kota Jakarta Timur Bangun Tangki Septik Biogas

Menarik Dibaca: Promo Richeese Factory Paket Pengajar Senin-Kamis, 2 Firewings + Nasi Rp 22.000-an

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×