Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) memastikan aturan baru sistem alih daya atau outsourcing akan terbit awal November depan. Ini molor dari rencana Kemnakertrans yang semula menargetkan beleid Permenakertrans tentang Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain diteken akhir Oktober.
Muhaimin Iskandar, Menakertrans mengatakan, Permenakertrans outsourcing sudah masuk tahap akhir sosialisasi kepada pihak terkait. "Saya akan tanda tangan Permenakertrans outsourcing pada Kamis (1/11) atau Jumat (2/11) ini," ujarnya kepada KONTAN, Senin (29/10).
Kemarin, Menakertrans di kantornya menggelar pertemuan dengan serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja dan Buruh Indonesia (MPBI). Pada pertemuan itu, lahir kesepakatan penerapan outsourcing hanya untuk lima bidang pekerjaan saja yakni cleaning service, sekuriti, katering, transportasi dan jasa penunjang pertambangan.
Di luar itu, tak boleh ada pekerjaan yang dialih dayakan. "Jadi berubah menjadi pegawai tetap perusahaan atau pegawai kontrak perusahaan," tandas Cak Imin, sapaan akrab Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut. Ada waktu transisi selama enam bulan sejak Permenakretransk kelak berlaku untuk penyesuaian beleid ini.
Sebelumnya, dalam draf aturan outsoursing teranyar masih memuat pasal yang memberikan peluang penambahan sektor pekerjaan alih daya selain lima pekerjaan yang boleh di-outsourcing tersebut. Namun dengan syarat yang ketat.
Keberadaan pasal ini ditolak mentah-mentah oleh buruh. Muhaimin menambahkan, pasal kontroversial ini akhirnya dihapus. Hanya saja, masih ada pembahasan lanjutan dua sampai tiga hari ini antara pemerintah dan tim kecil untuk merumuskan klausul outsoucing cuma berlaku bagi lima pekerjaan saja, agar tidak bertabrakan dengan UU Ketenagakerjaan yang masih memberikan kemungkinan adanya jasa outsourcing lain.
Mudhofir, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menyambut baik hasil pertemuan dengan pemerintah terkait beleid outsourcing. "Menteri sudah sepakat pasal yang memberi peluang penerapan outsourcing di luar yang lima dibuang," ungkapnya.
Agar beleid teknis tetap sejalan dengan UU Ketenagakerjaan, ia bilang, ketentuan pengecualian bisa dimasukkan dalam dalam ketentuan umum, bukan dalam pasal khusus.
Sofyan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, keputusan membatasi penerapan outsourcing jelas melanggar kesepakatan Tripartit Nasional dan rawan gugatan. "Kalau menteri maunya begitu silahkan, sekalian bubarkan Tripartit Nasional," tandas Sofyan.
Sanny Iskandar, Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) mengingatkan, kalau pemerintah membatasi pemakaian outsourcing bisa melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News