Reporter: Muhamad Fasabeni, Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai April nanti memang tak berlaku bagi angkutan umum. Tapi bukan berarti angkutan pelat kuning ini boleh seenaknya mengonsumsi BBM bersubsidi.
Pemerintah rupanya juga akan membatasi volume penggunaan BBM bersubsidi oleh angkutan umum. Kelak, akan ada jatah atau kuota bulanan bagi angkutan umum.
Anggota Komite Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Hanggono Nugroho mengatakan, jatah bulanan BBM bersubsidi tersebut akan menyesuaikan denga jenis kendaraannya. "Kebutuhan BBM setiap angkutan kan berbeda," kata dia kepada KONTAN, Selasa (18/1).
Hanggono menjelaskan, pemerintah akan menghitung total kebutuhan BBM bersubsidi bagi kendaraan umum selama satu bulan. Hasil perhitungan ini jadi acuan pemberian jatah BBM bersubsidi.
Ambil contoh, metromini membutuhkan 100 liter solar sebulan. Maka, jatah tiap metromini adalah 100 liter sebulan. Jika belum genap sebulan sudah menghabiskan 100 liter, si metromini harus membeli BBM non subsidi. "Rencananya April ini akan diterapkan di Jakarta sebagai ujicoba," tambahnya.
Nah, guna mengawasi penjatahan BBM bersubsidi bagi kendaraan angkutan umum itu, pemerintah akan menggunakan alat kendali bernama Radio Frequency Identification (RFID). Alat ini akan terpasang di setiap kendaraan yang berhak mendapat jatah BBM bersubsidi. Alat ini dapat membaca dan menyimpan data penggunaan dan jatah BBM bersubsidi. Alat itu bernama reader.
Reader juga dipasang pada pompa bensin yang berfungsi untuk melihat atau mengetahui jatah BBM bersubsidi. Alat ini juga memasukkan jumlah BBM bersubsidi yang telah dibeli dan jatah yang tersisa.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi mempertanyakan efektifitas pembatasan volume BBM bersubsidi untuk kendaraan umum itu. "Saya tidak yakin bisa sesederhana itu, apalagi operator pompa bensin juga dilibatkan," ujarnya.
Dia mengatakan, mestinya operator pompa bensin tak dibebani tugas memilah-milah kendaraan umum yang layak menerima BBM bersubsidi. Sebab, apabila nanti petugas operator pompa bensin kecolongan dan salah memberikan BBM bersubsidi pada kendaraan yang tak layak menerima harus berurusan dengan aparat hukum. "Sebaiknya petugas Dinas Perhubungan saja yang mengelola," ujarnya.
Ia juga menilai penerapan RFID tak efektif. Dalam uji coba yang pernah digelar, penggunaan RFID di pom bensin menyebabkan antrean panjang kendaraan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News